JANGAN JADI AKTIVIS JADI-JADIAN


Siapa yang pengen, bercita-cita atau sekarang lagi menjalani karier sebagai Aktivis ? Pasti banyak ya, apalagi di kalangan mahasiswa dengan segala pengetahuan dan keberpihakannya. Wajar sih, pasalnya beberapa tahun belakangan, Aktivisme dianggap sebagai gaya hidup, kemapanan baru, dan jalan menuju sukses. Dengan berbagai polemik klaim pergerakannya, terkadang keberpihakan aktivis pun selalu dipertanyakan, kalo kata Bung Rendra mah, ”niat baik anda untuk siapa ?” dalam Sajak Pertemuan Mahasiswa.

Jadi izinkan saya sedikit memilah mana aktivis yang mampu diandalkan di tengah persoalan yang jadi Pekerjaan Rumah Ibu Pertiwi.

Diakui atau tidak Negeri ini sangat menyenangkan sekali loh, pasca Reformasi semua orang bebas bicara, yang dibicarakan pun boleh apa saja. Negara menjaga hak demokrasi setiap individunya (katanya) Tentu negara tak mau mengulang kesalahannya (mereun) jika sekali saja melarang, negara tentu akan digoyang habis-habisan. Jadi di goyang bukan hanya di ranjang yah, Wik..wikk.wiik

Kemungkinan goyang pertama di media sosial, di sana nantinya kita akan berjumpa dengan tagar #negarakacau #negaragagalpaham #negararepresif #shameyoumycountry atau bisa jadi  #2019gantipresiden #Jokowi2periode #cebonglinglung #kampretkaget terus ga lama dibaca lanjut Retweet, bagikan, like, love viral dan jadi trending topic.

Goyangan kedua pasti terjadi di jalanan. Apalagii sekarang lagi musim nih aksi yang berjilid-jilid ya kan ? Wah negara bakal kerepotan tuh pasukan berbaju putih bisa ngebor Ibu Kota dengan goyang inul, dengan rima pidato dan echo takbir. Seketika monas pasti akan di penuhi dengan kilau-kilau lampu disco dan petasan peluru dari aparat akan menghiasi langit-langit Ibu Kota. Hmmmmm seperti perayaan 20 tahun Reformasi lah guys.

Nah, kalo ga mau ada goyangan-goyangan yang menggemparkan tanah air negara perlu ramah terhadap aktivis, ya itu semacam hipotesa yang dipaksakan. Fatalnya, terlalu banyak orang yang terjun payung ke dunia ke-aktivisan. Mulai dari menjadi aktivis kampus yang punya legalitas untuk numpang tidur gratis di sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa, aktivis desa yang merasa bertanggung jawab untuk mengawasi dana desa yang mengalir deras, aktivis kota yang merasa mesti mengambil tindakan karena pembangunan yang cacat prosedur, sampai ada juga aktivis yang gemar reuni yah?
Meski lika likunya seperti itu, aktivis adalah satu elemen dalam pilar demokrasi. Mereka menjalankan peran yang dilupakan oleh eksekutif, legislatif dan yudikatif. Mereka semacam alat kontrol sosial yang mencoba menstabilkan roda pembangunan agar bergerak lurus pada rel yang kemudian bertransformasi menjadi “golongan sosial” baru.

Tapi sekali lagi, kita tetaplah manusia biasa yang pada tahapan tertentu membutuhkan puja-puji, begitu pula yang ingin menjadi aktivis, terkadang tercium indikasi agar mendapatkan sanjungan namun tetap saja dijalankan penuh dengan semangat dan loyalitas tinggi, mulai mengarang bebas  dari episode pertama ke episode selanjutnya lalu tersungkur ke lubang buatannya sendiri. Akhirnya aktivis menjadi sebuah pekerjaan baru yang menguntungkan. Mungkin saja kedepannya di kolom pekerjaan KTP bisa di isi dengan pekerjaan Aktivis. Kan keren Ferguso.

Akan tetapi ada baik yang berkeinginan menjadi aktivis berpikir tentang,”-tersandung dan jatuh ke lubang sendiri-“ pasalnya menjadi aktivis dengan motif sanjungan akan membentuk karakter sikap dan ideal perjuangan seperti langit dan bumi, hal itu jauh dari harapan masyarakat. Jika sudah seperti itu aktivisme dianggap sebagai gaya hidup, jalan menuju sukses tahap selanjutnya.

Menjadi aktivis juga adalah batu loncatan untuk mewujudkan impian, biasanya sih jadi Politisi, anggota dewan atau jabatan-jabatan politis lainnya, leres teu? Asal jangan jadi penyebar hoax seperti aktivis yang memanipulasi operasi plastik.
Berharap ingin menjadi alat kontrol sosial, akan tetapi pada kenyataannya masyarakat banyak terganggu oleh kehadiran sebagian aktivis, apalagi aktivis bayaran, turun ke jalan membela yang transfer atau cash.

Kehadiran mereka selalu jadi mengundang senyum kecil, tertawa bahkan terlihat lucu.
Tapi jangan salah masih ada juga yang memberi warning kepada pemerintah, itu juga hanya mengingatkan remember saja, jadi ya terkesan romantis. Mungkin Playlist mereka sudah bergeser dari Kantata Takwa jadi Anji atau dari Iwan Fals jadi Glen Fredly. OMG Romantis boleh Melenoy jangan ya pejuang jalanan.

So,bagi kakanda atau sahabat-sahabat yang ingin menjadi aktivis jauhi beberapa tipe dan pola pikir yang menurut saya lebih baik di hilangkan saja, macam Widji Thukul dkk yah. Eh.

Pertama jangan memiliki semangat yang berlebih atau wajib hukumnya untuk mengontrol semangat yang berapi-api. Hal tersebut timbul biasanya karena hujan puja-puji yang turun tak mengenal berhenti. Mungkin oke-oke saja, tapi jika tidak bisa mengontrol rasa semangat bisa-bisa seorang aktivis pasti melihat semua peristiwa atau situasi selalu saja dari sudut pandang keaktivisan. Masa persoalan asmara saja bisa bergolak-golak dan mesti turun kejalan ? Kecenderungan seperti itu melahirkan sebuah prasangka, “bahwa yang tak sesuai dengan sudut pandang dirinya, adalah sebuah kesalahan sudut pandang”.

Contohnya, antrean di bank yang terlalu panjang, negara dituding bersalah karena tidak membuka cabang dari Sabang sampai Merauke. Mengurus administrasi di catatan sipil memakan waktu, negara disalahkan karena birokrasinya macam bola kusut, bahkan calon mertua menolak memberi restu, masih juga negara yang disalahkan karena gagal dalam memberikan edukasi pada generasi masa lalu, kan lieur kalo semua urusan harus negara yang menanggung.

Saking semangat yang berlebih, kadang aktivis model seperti ini sangat cepat berpindah isu “hijrah” persis seperti cakung dari satu sudut ke sudut lain.

Konsistensi perjuangan bagi aktivis model ini hanya sebuah guyuran puja-puji yang lapar di wacana tapi diet ditiadakan..
Setelah semangat yang berkobar-kobar maka kecenderungan selanjutnya adalah melahirkan tipe aktivis yang haus akan dipuji. Ini adalah efek dari tipe pertama, saking berharap dan haus akan pujian mungkin mereka ada juga yang berharap dibuatkan buku biografi atau di filmkan ? . Yang fatal dari tipe ini adalah ketika hujan pujian tak kunjung datang secara otomatis semangatnya langsung turun drastis sampai ke titik paling kritis. Apa yang terjadi ? mereka tak buntu akal akhirnya setelah hatam  menjadi aktivis kemudian berharap dengan segara menjadi politisi pada kakanda.

Ketika jadi politisi dan tidak dapat pujian, ya tak jadi soal, yang penting, kantong penuh, perut kenyang dan libido tersalurkan, ya minimal setelah dapat proyek. Ketahuilah itu semua adalah bayaran setelah menyerap aspirasi rakyat.
Kemudian, setelah semangat yang berapi-api, secara mendadak 'mereka' akan dengan semangat pula merubah style  secara masif, ingin seperti Bung Karno mendadak pake baju safari, peci, kacamata hitam dan bicara layaknya orator. Ingin seperti Soe Hok Gie mendadak naik gunung dan berpuisi atau berlari-lari dengan karang fiksi bernuansa perubahan. Atau bisa jadi kaya Che Guevara mendadak kumal, gondrong agak bewok dikit.

Lalu belajar Photoshop demi mengedit menyandingkan foto pribadi dan Ernesto. Tak lama jadi profil pribadi berujung pengunggahan di media sosial, sebagai bentuk penegasan. Bagus juga cuma ah sedikit gila saja. Tapi ya guys, kalo bisa jangan hanya dandanan saja yang dimirip-miripkan, bagusnya prilaku dan sikap pun harus mengikuti influence. Jangan sampai masyarakat mempertanyakan keativisan seorang aktivis dari postingan medsos yang cenderung fanatisme buta.

Kebiasaan ini sungguh jijik, dengan gaya yang menyandur, klaim perjuangan untuk keadilan akan berubah haluan, yang tadinya melawan penindasan malah jadi menjarah perempuan, kader biologis. Eh. Adakah diantara anda ?
Dengan mempertontonkan sikap rebel dan dibumbui pesona keaktivisannya,

pelecehan wanita secara tidak langsung akan menjadi kebanggaan. Jika bertanya sebelah mana pelecehannya, dengan sudut pandang dan wacana wanita yang melawan, ibu-ibu yang melawan, pertiwi yang bla bla bla, dalam sebuah ruang diskusi akan mengerucutkan kesimpulan dan menjadi virus bahwa aktivis model begini akan menilai bahwa wanita yang hanya bekerja di rumah hannyalah wanita murah. Hmmmmm Apa yang kamu lakuin ke aku itu jahaaaaaad Rangga !

Sungguh fotocopy karakter yang kacau. Narasi yang dilahirkan pun seperti hukum yang ditulis diatas air. Bisa-bisa sangat menyesatkan berujung pada pengkafiran dan pemberian gelar seperti Ratu Hoax, Kampret, Cebong dsb.

Lalu apa yang dihasilkan ? Kenyataannya budaya pop yang diusung aktivis kekinian ini, menelurkan sebuah proses yang singkat. Survei membuktikan, bahwa ada yang sekali terjun dan langsung merasa aktivis. Macam pelari cepat sprinter!
Bahasa, etika dan tata cara problem solving nya pun jauh dari keindahan diplomasi. Karena itu, tak jarang diantara mereka mencermati isu dengan baik sebelum bereaksi. Datang, lihat, tangkap dan hajar ! Mirip Petarung UFC saja.

Enggan berfikir panjang menyebabkan tipe aktivis ini menjadi lebih instan, berharap perubahan bisa dengan cara menyentrikkan jari macam Thanos.

Pemahaman yang sprinter macam ini banyak sekali membuat apa yang mereka lakukan itu longgar dari pemahaman bahkan ngeblong. Akibatnya ketika mereka menggelar aksi narasi mereka lebih mudah dipatahkan. Ujung-ujungnya mereka broken heart dan segera mencari partai politik dengan harapan perjuangan mereka akan lebih hard demi kesejahteraan, meski akhirnya kesejahteraan pribadi. Hihihihi

Sebenarnya, sebelum “mereka-mereka” menjadi politisi, ada satu sifat yang bikin geli dan cenderung menetas terlalu banyak. Ya, aktivis yang melayani pesanan, dipesan oleh penggiat lingkungan dengan metode kelestarian lingkungan. Dipesan oleh industri tambang, narasi yang di bangun tolak ukur kontribusi, dipesan oleh elit pro kemerdekaan, mereka membangun materi pelanggaran HAM. Sampai dipesan oleh muda mudi kelaparan, mereka berkostum hijau dengan helm berlogo dan turun ke jalan. Eh

Dengan harga tertentu, mereka tinggal menjadi bunglon terkadang seperti hyena yang siap turun merebut apa saja. Ketahuilah mereka sudah move on dari bayaran nasi bungkus. Meski negara menolak pengabdianku, maka ajaklah aku memenuhi panggilan pembeli !

Jadi guys, jangan khawatir dengan kegelisahan tentang sesuatu atau keraguanmu terhadap birokrasi, mungkin besok lusa bakal tersebar kontak person aktivis pesanan, macam sedot tinja di tiang-tiang listrik. Wkwkwkwwk

Mulailah meningkatkan kewaspadaan bagi anda terhadap aktivis yang prosesnya jadi-jadian. Juga bagi kalian yang sedang berproses menjadi aktivis model gitu, lalu gagal menjadi politisi kawakan, jangan khawatir, kalian tetap aktivis kok, sampai kapan pun kalian mendapatkan gelar itu. Sebab kalian tak akan berhenti mencari simpati kami (rakyat) yang semakin hari semakin pintar dan cerdas untuk membuang anda pada tempatnya. Yihaaaa

Bandung, 11 Januari 2019

Comments

  1. jadi sekarang banyak Aktivis...makin aktif makif ipis krena terlalu gelisah memikirkan pesanan, eh

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

KEMERDEKAAN ALA ADDY GEMBEL FORGOTTEN

MENEMUI BATAS

PUISI RINDU