Ingin Begini, Ingin Begitu Nanti Dijerat Undang-Undang Loh


Rasanya hidup di negeri tercinta ini memang sudah diatur sedemikian rupa, bener gak ? ayo coba sebutkan apa yang tak diatur oleh UU (Undang-undang). Kalo di runut dan di catat, mungkin kertas catatan itu bisa menutupi seluruh pulau Jawa, macam sampah plastik. Tapi yang uniknya UU  di negeri ini selalu mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan, atau bawan sejak lahir, alamiah, naluriah atau apalah itu namanya.

Selalu saja mengundang kontroversi, atau bisa jadi kontroversi itu adalah instrumen dari pengesahan sebuah undang-undang? ya, wajar sih kalo memang selalu gaduh, wong  yang bikinnya aja hobby kan bikin gaduh. Ga percaya coba tanya Fadli Zhon dan Fahri Hamzah.

Mulai dari bangun tidur sampai mau mandi pun sudah diatur oleh undang. Kalo ga percaya boleh deh di ulik, UU mana saja yang mengatur hal-hal yang pribadi banget, sangat banyak. Apalagi jaman Orba, ngorok aja bisa diinjek sepatu ceko. Kalo kalian bisa nemu, ana yakin antum semua bakal lolos Test Wawasan Kebangsaan CPNS kelak.

Percayalah disini bangun tidur saja sudah diatur. Untuk kamu yang punya kebiasaan ngalindur (ngigau) sambil jalan waspada ! kemungkinan besar, cepat atau lambat anda bakal dijemput sama aparat karena telah menyalahi aturan. Dimana kesalahannya ? nih, ketika kamu sedang action ngingau bisa saja kamu keluar rumah keluyuran, nongkrong , atau bisa jadi pindah tidur ke rumah orang, kalo ada kesempatan sih ke rumah si dia biar sekalian minta jatah skidipap gratis gak perlu transfer 80 juta. Kan PR tuh, bangun tidur di rumah tetangga, pake selimut tetangga juga lagi. Nah, itu yang bakal terjerat undang-undang dengan pasal menganggu ketertiban umum. Dijamin kamu bakalan jadi topik hangat gosip warga.

Peringatan juga nih, buat kamu yang suka pamer badan atau bentuk tubuh sixpack buka onepack anda sekalian bisa terjerat undang-undang juga. Misalkan pas baru selesai mandi hati-hati, handuk yang menutupi aurat harus terjaga dan kuat sekali ikatannya, seperti ikatan Ibu dan anak. Sebab disinilah pasal-pasal akan menjerat kamu. Ketelitian yang mendetail harus diterapkan dalam kasus ini, karena kesialan bisa datang kapan saja ia mau. Bisa jadi ketika handuk anda tak sengaja melorot, sengaja atau tidak, anda baru saja menggelar secretshow pada orang lain. Itu bisa dijerat juga oleh undang-undang Pornografi.

Kalo peristiwa ini diperlihatkan hanya pada keluarga mungkin tidak akan heboh, malah mungkin akan mengundang decak tawa karena punya kamu ternyata tak mirip dengan burung bapakmu. Yang di khawatirkan adalah ketika peristiwa ini menimpa anda-anda yang negkost di kostan “bebas extra”, apa coba yang bakal terjadi. Mungkin heboh juga, tapi berujung nikmat. Eh. Mungkin juga bisa jadi bahan gunjingan tetangga kostan, “Ih nanutnya ke kiri, komunis pergi sana !!”

Dua contoh diatas adalah bukti “cinta” negeri ini. Segala bentuk perhatian, sekecil apapun tindakan pasti akan tersoroti oleh mata Sang Garuda. Sungguh mulia para dewan, apalagi saat membuat undang-undang,bikin jatuh cinta sekali. Sampai-sampai kita harus jijik dan muntah ketika menyaksiakan Fadli Zhon dan Fahri Hamzah di televisi.

Keanehan belum berakhir, baru-baru ini selebritis yang juga melapis sebagai anggota dewan berhasil menginisiasi sebuah gagasan yang cacat prosudur. Rancangan Undang-undang Permusikan (RUU-P) namanya. Anang Hermansyah, ternyata menjadi ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Musik (LSPM). Dalam seminggu terakhir, banyak media yang memberitakan posisi Anang di LSPM ini. Sontak kebijakan yang dikeluarkan kader PAN ini membuat warga net kaget. Apalagi para musisi, sudah bisa dipastikan mengutuk rancangan represif ini. Nang.. Nang iki gendeng !

Hampir semua time line sosial media di banjiri oleh hujatan dari para pekerja musik (pemain band, penyanyi solo, group musik). RUU ini dianggap mengekang terhadap kebebasan mereka, lantaran yang sudah pasti di rugikan adalah ekosistem dalam musik itu sendiri.  Sebab lahan garapannya di bajak maka lahirla Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTL-RUUP) yang terdiri dari ratusan musisi Tanah Air. Perlawanan ini dimulai dari hulu sampai hilir, seperti hal nya koran atau bacaan lain. Isu ini bisa dinikmati dengan santai di warung kopi, angkutan umum bahkan dipangkalan ojek tapi bukan ojol yah.

Entah apa yang terjadi dengan Anang Hermansyah sampai-sampai ia tega menggagas aturan seperti ini, hati-hati Nang, kamu ingin lagumu jadi plesetan ? “Jangan memilih Anang, karena dia tak mampu setia-.” atau jangan-jangan mas Anang ingin mengembangkan bakatnya selain bikin lagu, menyanyi, bermusik, dan merayu jadi bertambah bikin RUU, kumaha atu mas gawe ngarau ku siku.

Rasa persatuan (United) para musisi di hadapan Rancangan Undang-Undang Permusikan (RUU-P) adalah pasal-pasal tentang pengekangan kebebasan berekspresi, mereka tak sadar bahwa kebebasan berekspresi adalah mutlak, sesuai amanat UUD 45 pasal 28 dan UU Pemajuan Kebudayaan pasal 3. Kebebasan Ekpresi itu merupakan kegiatan sehari-hari, terlepas dari media seperti apa penyalurannya, hak berekspresi tidak bisa di generalisir hanya pada proses kreatif saja. Seperti penyair Parlemen Fadli Zhon yang hobi nya bikin gaduh dan berpuisi.

Pelbagai elemen melucuti pasal demi pasal, selain potensi mengekang kebebasan berekspresi, tirai mulai terbuka, sepertinya RUU-P memiliki wajah lain yaitu regulasi tentang sertifikasi, lisensi dan kompetensi musik. Di dalamnya memuat pasal-pasal yang membahas sertifikasi, lisensi dan kompetensi bagi musisi. Tidak ada piloihan selain memilih tirai no 1, Eh.

Bukan hanya pengaturannya, tapi pembahasannya dari pasal ke pasal cukup sistematis, mendalam, menyeluruh dan cenderung kebablasan. Di sisi lain, pasal-pasal yang mengatur soal kegiatan permusikan lain seperti proses kreasi, reproduksi, distribusi dan konsumsi, hanya dibahas seperlunya, tidak mendalam dan terkesan sebagai pelengkap bahkan tempelan. Macam gambar tempel Arnold atau si Rambo gitoh !

Anehnya, pasal yang membahas tentang sertifikasi cenderung ditulis dengan jelas dan tidak multitafsir. Sementara, cara penulisan pasal-pasal non-sertifikasi amat sumir maksud dan tujuannya; serta tak jelas pula siapa yang mengatur dan apa yang diaturnya. Bahkan beberapa pasal terlampau buruk untuk disebut sebagai pasal dari sebuah rancangan undang-undang. Jadi mas Anang masih baik Vandalisme.

Simak saja padapasal 32 (1) begini bunyinya : “Untuk diakui sebagai profesi, Pelaku Musik yang berasal dari jalur pendidikan dan autodidak harus mengikuti uji kompetensi.”

Bunyi pasal tersebut jelas menimbulkan interprestasi dari semua kalangan. Jika seseorang ingin berprofesi sebagai Pelaku Musik, tidak bisa tidak ia harus mengikuti uji kompetensi. Kemungkinan perdebatan yang muncul tentang latar belakang pendidikan musik seseorang pun sudah dipertimbangkan jawabannya. Tak peduli apakah kamu berlatar belakang pendidikan musik maupun autodidak, kamu harus mengikuti uji kompetensi. “UTS nya kapan Pak ?”

Coba bandingkan dengan pasal 15 yang bukan membahas soal sertifikasi, yang berbunyi: “Masyarakat dapat memanfaatkan produk Musik atau karya musik dalam bentuk fisik, digital, atau pertunjukan.”

Lobus Frontal siapa pun akan mentok dengan pasal ini. Esensi yang ingin di bangunnya seperti mengarah pada pembodohan massal. Padahal bunyi dari pasal tersebut sudah menjadi pengetahuan umum. Saya yakin semua para pelaku musik dan ekosistem di dalamnya sudah paham persoalan bunyi di pasal ini, Apa urgensinya informasi yang termaktub dalam pasal 15 ? nu belegug teh saha sih ?

Rasanya, 50 pasal bermasalah dari 54 pasal yang dibuat ini sudah membuktikan perbedaan cara berfikir dan mengolah. Seperti Head to Head OSIS SMA dengan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat RI, secara sistematis dan terencana pemenangnya sudah bisa dipastikan jika melihat kesiapan menggelar sebuah perencanaan. Jadi nanti KNTL-RUU permusikan akan mengusulkan draft penggunaan seram putih abu bagi anggota dewan bair bisa dilipu majalah Grey.

“Musisi Indonesia wajib tersertifikasi” jelas menggangu kemerdekaan hidup sehar-hari, nasib-nasib musisi jalanan yang jauh dari nasib sejahtera tidak pernah menjadi referensi rancangan tersebut. Keharusan sertifikasi, ruang ekspresi yang semakin menyempit, lagu-lagu yang tanpa kritik ialah pertanda bahwa esok lusa ukuran upil dalam hidung kita harus memiliki lisensi berbahaya atau tidak.


Sejatinya kemerdekaan dari hal kecil harus diperjuangkan, seperti halnya membaca setiap buku dimana setiap kata dan kalimat selalu mengundang tanya dan hasrat untuk di diskusikan demi menemukan solusi yang terbaik. Jangan hanya keinginan yang berlebihan tapi pemaknaan dan tujuan yang dangkal, seperti memahami Startup Unicorn hanya dengan sederhana,”oh, yang online-online itu ya ?”


Comments

Popular posts from this blog

KEMERDEKAAN ALA ADDY GEMBEL FORGOTTEN

MENEMUI BATAS

PUISI RINDU