Tuntaskan Masalah Papua !

Kejadian yang menyoroti kemanusiaan di tanah air kembali mencuat. Persekusi dan diskriminasi yang dialami mahasiswa Asal Papua di Kota Malang dan Surabaya lalu tak bisa dibela dan dibenarkan dengan cara apa pun. Proses hukum para pelaku harus terbuka dan seadil-adilnya, penanganan tegas tidak hanya untuk meredam kemarahan orang Papua tapi juga upaya menimbulkan efek jera.
Di Indonesia konstitusi jelas 'membadani' hak dan kesetaraan semua warga negara tanpa terkecuali. Perbedaan suku, agama, ras dan identitas yang lain merupakan sebuah keniscayaan sebagai warga negara yang beragam. Aparat selaku alat negara seharusnya melindungi mahasiswa Papua ketika kejadian berlangsung, namun sayang jejak digital tak bisa dihapus. Dalam video yang beredar juga banyak kesaksian, aparat terkesan membiarkan peristiwa itu terjadi, hingga berimbas pada stabilitas keamanan beberapa kota di Papua.
Lebih dari itu, beredar pula sebuah rekaman yang memperlihatkan aparat yang justru ikut meneriaki mahasiswa dengan sebutan tak pantas. Fenomena itu sekali lagi menjadi sorotan atas integritas aparat yang lahir sebagai pengayom masyarakat. Belum lagi, beberapa Ormas reaksioner yang ikut menyebar dan mengamini berita bohong dan ikut dalam euporia ujaran kebencian yang jelas merendahkan martabat kemanusiaan padahal hal tersebut menjadi makna dari Sila Kelima.
Kejadian memalukan di Jawa Timur itu, menambah catatan panjang maraknya pelanggaran HAM di tanah air. Belum lagi di mata Negara tetangga, kejadian ini jelas menelanjangi falsafah bangsa yang terikat dalam semboyan 'Bhineka Tunggal Ika'. Sisi lain, serangan tersebut mempertegas 'keanehan' sikap pemerintah, Papua yang kaya Sumber Daya Alam terus diperah namun warga Papua tetap memiliki Stigma buruk dan dipandang sebelah mata.
Dalam kasus ini kegesitan pemerintah kembali diuji, namun sayang gerak pemerintah masih gagal mencegah benturan di Jawa Timur, pun dengan mengantisipasi aksi unjuk rasa dan kerusuhan di sejumlah Kota di Papua dan Papua Barat. Presiden Joko Widodo akhirnya memberikan mandat pada Kapolri dan Panglima TNI untuk datang ke Papua, nasi sudah menjadi bubur, kini Papua terancam konflik horizontal.
Api konflik jangan dibiarkan membesar di Bumi Cendrawasih. Pemerintah harus teliti dan ekstra hati-hati meredam gejolak. Penambahan lebih dari 1.200 personil gabungan TNI-POLRI dianggap bukan solusi dan cenderung memanaskan keadaan pasalnya pendekatan keamanan terbukti gagal mengatasi konflik di Papua. Penyelesaian secara konkret mulai dari akarnya harus segera dilakukan. Ada beberapa catatan dari berbagai lembaga kajian terkait akar masalah di Bumi  Cendrawasih.
Sedikitnya, jika disimpulkan ada empat akar masalah yang darurat. Pertama, sejarah dan status integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang hingga hari ini masih menuai Pro-kontra. Kedua, pelanggaran HAM dan kekerasan oleh aparat di sana sebelumnya harus diselesaikan secara adil. Ketiga pemerintah mesti menganalisis dasar perilaku diskriminatif suku yang lain terhadap orang Papua. Terakhir, kegagalan pembangunan di Papua dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat ‘masih tersumbat'  dan sulit diangkat penyakitnya.
Dalam kurun waktu 17 tahun mulai dari 2001-2018 pemerintah pusat  mencoba mengubah cara melihat serta pendekatan yang dilakukan terhadap Papua. Otonomi khusus dianggap menjadi solusi yang tak jelas hitungan waktunya. Sekitar 75 Triliun dana yang dikucurkan pemerintah untuk Pa'Ce dan Ma'Ce. Bahkan presiden terpilih harus bolak balik menggenjot pembangunan infrastruktur di sana.
Hingga kepemimpinan Jokowi yang akan dimulai setelah dilantik tahun ini pembangunan fisik di Papua masih belum memperbaiki nasib warganya. Indeks kemiskinan masih stagnan di angka 27;53 persen dari angka nasional 9,47 persen pada Maret 2019.
Pekerjaan besar menunggu di Pulau tetesan surga untuk mengakhiri konflik di sana. Indonesia sebagai Negara Demokrasi harus menunjukkan kebesaran hatinya mengakui kesalahan masa lalu, pelaku dan pelanggaran HAM harus ditindak kemudian diadili. Kebijakan serta keputusan antara Ibu Kota (sebelum pindah) dan Bumi Cendrawasih harus terus dialog atas dasar kebaikan dan solusi nyata. (Elga)

Comments

Popular posts from this blog

KEMERDEKAAN ALA ADDY GEMBEL FORGOTTEN

MENEMUI BATAS

PUISI RINDU