SENJA KAMU HARUS JUARA ! (Nama-nama dalam catatan kesal saya ini sengaja di plesetkan agar tak mengundang demo yang berjilid-jilid dan mengganggu stabilitas Tahun Politik)
Tulisan
yang mungkin sedang anda baca ini ditulis dengan dahi mengerinyit juga keaadaan
emosi yang tensinya tak pasti setelah melihat, menyaksikan dengan seksama
peristiwa aneh dalam lanjutan putaran kedua Gobray Liga I 2018.
Mana
mungkin saya tidak mengerutkan dahi pasca melihat klasmen dari hasil
pertandingan pekan ke 30. Tim kebanggan saya ada di posisi ke 2 dengan meraih
poin 49  dari 30 kali adu jotos. Mungkin
boleh lah kalian anggap saya sangat tendensius dan obsesi karena tim saya sudah
ada di posisi 5 besar, tapi kela bukan
itu yang jadi soal.
Ucapkan
bismillah sebelum memulainya, mari kita telusuri dari masing jumlah
pertandingan club yang berlaga di kasta tertinggi ini, jumlah yang hanya
terpaut  beberapa ini sekilas memang tak
mengeluarkan bau busuk yang menyengat. Tapi cobalah anda menyiapkan penciuman
anda dengan lebih sensitif, saya rasa kita akan menemukan titik terang yang
sama itu pun kalo kita berjodoh kaya Romeo dan Juliet. Tapi anda harus berhati-hati sebab musim ini virus “hemat
pertandingan” sedang dalam tahap proses uji, belum lagi virus lawakan garing yang berindikasi lahirnya keputusan aneh
ala Federasi sudah sampai tahap mengkhawatirkan.
Tak perlu saya
sebutkan namanya, tapi jika berkenan klu nya adalah coba dengarkan chant
yang dinyanyikan Bonces (Sebutan Suporter Militan si Bayul) saat pertandingan
Minggu, 4 November lalu, mungkin anda akan menemukan jawaban. Sementara kita panggil saja dia Senja. Sepakat ? 
Mengapa analisia
saya mengarah pada Senja ? ketauilah, menginjak 2017 Senja mulai menjadi tim
yang yatim piatu, hal ini membuat Senja harus mengemis  pada pemerintah provinsi atau sponsor. Maklum
Senja punya tunggakan Rp 90 Miliar, dalam keadaan yang
hampir bangkrut, aroma iba yang dikeluarkan Senja tercium para investor.
Investor misterius berniat menyelamatkan Senja dengan cara “menggaransi”
hutang juga melakukan restrukturisasi di tubuh Senja. Disanalah
letak keanehannya dimulai, di situ
pula tensi emosi saya naik turun seperti lintasan jetcoaster
Sejak itu pula
gurita bisnis sepakbola modern mulai mantap melangkah
dengan membawa kantong bertuliskan kepentingan. Boleh jadi senja menjadi
kelinci percobaan layaknya tim kebanggan saya. 
Nama-nama seperti Joker dan Big Wide akhir mencuat dalam kisruh yang
dialami Senja. Mereka berdua bukanlah orang asing dalam lingkaran sepakbola
tanah air. Di beberapa kisah Joker adalah tim penyelamat dari dari dua klub
tanah air Cahaya Pelita dan Gondrong Edan. Dalam kisahnya yang lalu Joker kerap
kali bersinggungan dengan pembisnis besar, hingga hari ini ia menduduki kursi Wakil
Federasi tentu tak lepas dari peran tangan-tangan Tuhan Pengusaha. 
Begitu juga
dengan Big Wide, ia adalah motor dalam kasus lisensi Bayul menjadi
Bhayang-Bhayang. Namanya tak pernah lepas dari daftar para pengusaha untuk
“menyelamatakan” sepakbola tanah air. Sekarang Big menempati posisi sebagai baby sister nya Senja.  
Dalam beberapa kesempatan Big Wide pernah menyatakan, “ dia (investor
misterius) ingin menolong Senja tapi saya yang ditunjuk jadi pengasuh Senja,”
kira-kira seperti itu bunyinya.
Percayalah
hingga saat ini wajah para investor yang sering ditanyakan pers pada Big masih
tertutupi kabut keabadian. Sentuhan dengan para pengusaha bukan lah cerita
baru, namun akan menjadi sangat rumit ketika Senja harus berselimut dengan para
politisi tanah air. Cobalah  anda tengok nama PT Jayakertas Indonesia (JIH), sarat sekali dengan aroma politik
bukan ? namanya hampir sama dengan
koalisi yang pernah menjuarai pesta demokrasi tahun 2014.  
Spekulasi mulai
bermunculan, seperti bunyi katak di musim hujan, tapi tak perlu khawatir, orang-orang
yang mengurusi dapur Senja tak mempersoalkan, bahkan memberikan legalistas atas
spekulasi itu, seperti kata Tiger Sholom Boboboy,
direktur PT JIH. Sama seperti Joker yang juga Pelaksana Tugas Ketum Federasi,
Tiger rangkap jabatan sebagai Direktur Operasional PT Liga Indonesia Baru,
operator penyelenggara Liga 1.
Saat disodorkan
pertanyaan apakah ada Istana di balik PT JIH, Tiger menjawab: "Kalau orang
mau berpikiran seperti itu, ya, silakan," katanya. Selain
faktor kemiripan nama, bau-bau politik terasa dengan masuknya Andu
Soebroto  Molanggaran  di jajaran komisaris Senja.
Andu masuk tim
Senja  berbarengan restrukturisasi yang
dilakukan oleh PT JIH pada 2017. Andu seorang politikus. Saat ini ia tengah
bertarung di Pilkada Mojokertis sebagai calon walikota yang diusung BKP, 3P,
dan Demosekrat.
Ia sempat jadi
Wakil Ketua DPW BKP DKI Jayakertas, kemudian bergabung dengan Demosekrat
pada 2010. Setelah Anas Urbanzombie terdepak, Andu ikut mundur dari Demosekrat.
Saat ini ia bergabung jadi pengurus di DPP Hanusra, jabatannya sebagai Ketua
Bidang Hubungan Antar-Lembaga DPP Partai Hanusra.
Pastinya
langkah Senja untuk menjuarai Liga tahun ini terbuka lebar, andil “istana”
dalam mensukseskan agenda ini kini tinggal menunggu peluit. Buktinya Senja kerap menjadi
“anak kesayangan fedrasi”. Ia mendapatkan bonus 2 kali laga tunda dari federasi
meski embel-embelnya adalah “darurat”.  
Lantas kenapa istana berhutang budi pada Senja ? menurut pengakuan mantan
ketua umum supporter Senja, penghuni istana hari ini memilki kontrak politik
tak tertulis antara faksi dengan bakal calon presiden saat pemilu 2014. Saat
masa kampanye, timses Bakal Calon tersebut memakai Sutisna, yang juga ketua
PKPI, untuk melobi Jakjoy (nama pendukung senja). Sebagai mantan Gubernur dan
penyokong Jakjoy, Sutisna termasuk sosok yang disegani oleh para suporter. 
"Dari
situ [faksi] kami mau bantu," ujarnya
mantan ketua Jakjoy. 
Sekarang  anda
boleh menyamakan Senja dengan Thanos, dengan komposisi kekuatan sepeti itu
bukan tidak mungkin bagi Senja untuk juara, hanya dengan menjentrikan jari,
bimsalabim  Senja akan melenggang dengan
pasti menuju tapuk juara. Lantas apa bedanya dengan kasus Calciopoli di Italia
? saat dimana si Nyonya Tua berusaha dengan gigih mengghalalkan segala cara
jauh sebelum si Nyonya Tua ini jatuh ke serie B. Perbedanya si Nyonya
sejak 1930-an, telah mendapatkan hati dari para pengadil
lapangan sehingga menjadi penguasa di Italia. Persamaanya adalah saat itu si
Nyonya berada di genggaman keluarga Agnelli, pemilik Juve yang juga pemilik
perusahaan Fiat dan pemegang persentase substanstif pada Bursa Efek Milan,
menjadi penguasa pra-globalisasi sebagian besar dunia Latin. Tak hanya itu
keluarga ini juga memilki kontrol penuh terhadap situasi politik saat itu dan
berhasil menyuap banyak pihak di serie A senilai 35 juta dolar sepanjang 10
tahun sejak tahun 90’an. Kembar tapi tak sama ya guys ?
Federasi hanya bisa
termangguk-mangguk atas intruksi Senja, meski begitu Senja dan federasi
sangat melankolis dan puitis, sepertinya mereka sedang memainkan sebuah drama
dengan mengutip salah satu bait penyair Sapardi, kira-kira begini “yang
tertusuk padamu berdarah padaku” ciee romnatis bangetkan ?
Yang lebih mengeriikannya lagi, kemarin tim kebanggan saya harus bertekuk
lutut 1-0  dari Nang Tulang, shock
rasanya menyaksikan pertandingan itu di bawah pimpinan wasit yang ditunjuk
secara dadakan, kemudian beredar video di medsos mengenai hal itu, “saya sudah
curiga dari awal, kenapa wasitnya ditunjuk dadakan,” gitu kata si Uwa yang
selalu nyentrik gayanya, tak lama disitu beredar juga foto wasit yang memimpin
pertandingan kemarin sedang berada di lapangan hijau dengan mengenakan kaos
Senja. Spekulasi sementara adalah Romantisme Senja dan Nang Tulang lebih kokoh
dari Semen Tiga Roda.
Sepertinya obsesi Senja akan tapuk juara harus kita amini
bersama, mari kita jujur bahwa kita semua memang
masih mencintai sepak bola negeri ini.
Baiknya ada usulan membuat gerakan mendukung percepatan Senja agar juara
seperti #Senjaharusjuara atau #percepatsenjajuara atau
#senjajuarasepakbolanasionalbubar. Meski tribun stadion masih
selalu penuh, sponsor masih ingin bekerja sama, pertandingan-pertandingan
bergengsi klub Indonesia masih mampu menempati jam tayang utama alias ratingnya
tinggi di stasiun TV, apa boleh buat ? 
Senja menjadi contoh bahwa kekuatan politik yang di
dorong pengusaha mampu membuat federasi tertinggi kehilangan mahkota dan
kewibaawaanya. Namun Senja juga menjadi pembenar bahwa sampul buku bertulisanka
“Hemat Pangkal Kaya“ itu benar adanya.
Bandung,
10 November 2018

Comments
Post a Comment