JANGAN NGILANG KAYA CITARU HARUM YA BEBS, PLISS !


Seperti hal nya kenangan dari Si M yang kerap datang menggebu tanpa mengetuk pintu, dengan wajah yang menakutkan ia selalu mencoba melakukan gerakan sporadis terhadap memori saya, duh ngeri L. Seperti itu juga kiranya rindu saya saat mengingat Gerakan Citarum Harum yang sempat di galakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Gerakan ini pada awal tahun 2018 menjadi gerakan yang cukup populer, tapi tidak sporadis seperti gerakan kenangan atas nama M****. Sampai-sampai kampanye dari hulur ke hilir sudah sering di jumpai di tepian sungai yang menduduki posisi ke 10 terkotor versi organisasi nirlaba Blacksmith Institute yang berbasis di New York dan Green Cross, Swiss.

Bahkan saking kotornya wajah Citarum, ia mendapatkan perhatian Presiden Jokowi dan mendapatkan hadiah sebuah Perpres no 15 tahun 2018 yang ditandatangani 14 Maret lalu, sebanyak 18 kementerian, lembaga negara, TNI dan Polri dilibatkan untuk mendukung mengatasi masalah dan merias wajah Ciatarum.

Hasilnya kolaborasi apik dari Pangdam III Siliwangi Mayjen TNI Doni Monardo bersama mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heriyawan menjadi ujung tombak dari gerakan ini, tentu dengan mengucapakan Bismillah bersama-sama kita semua yakin mereka mencoba merubah potret Citarum, tapi sayang Beb gerakan ini kini seperti menghilang di telan bumi, seperti pujangga yang tak menemukan kata-kata untuk puisinya, ahhh ini lebih ngeri L.

Ya, ramainya media massa dan kanal media sosial saat itu  memang sedikit menyentuh psikologis si pembaca, maklum saja persoalan lingkungan terutama Citarum sudah menjadi penyakit yang akut bagi masyarakat Jawa Barat. Geram rasanya melihat pabrik-pabrik textile menjadi tim make over Ciatrum, sakit rasanya mendengar sampah menjadi tatto di badan Citarum, pedih rasanya ketika hujan datang macet panjang selalu datang karena banjir selalu jadi “tamu” tahunan. Maka menjadi sebuah kebanggaan , seperti “bucat bisul” rasanya melihat Satgas Citarum Harum beraksi sedemikian rupa terhadap pabrik-pabrik yang bandel.

Nah beb, lalu bagaiamana kelanjutan gerakan ini ? apa masih masif seperti dulu ? dimana Satgas Ciatarum yang sempat menjadi Avangers bagi masyarakat ? hmmmm mungkin sekarang mereka sedang istirahat, menunggu mata kamera dari para jurnalis mem-viral-kan aksi-aksi mereka, sungguh tontonan yang di tunggu bukan ?

Sekarang di bawah pimpinan Lord Ridwan Kamil dan King Uu Ruzhanul Ulum pembahasan mengenai Citarum Harum masih cooming soon. Harapan kepada dua se joli ini buka main-main, pasalnya track record Lord Emil berbicara lingkungan cukup mempuni,dengan ber-azas-kan indeks kebahagiaan ketika menjadi walikota lord Emil “berhasil” merevitalisasi beberapa anak sungai yang berinduk ke Citarum, sebut saja Taman Cikapundung Riverspot.

Lalau apa yang mesti dilakukan sekarang ? di tengah istirahanya tim Avanger Ciatarum Harum dan belum keluarnya Trailer dari Gubernur Jawa Barat yang baru ?

Begini beb, bukan persoalan so-so an jadi pengiat lingkungan, banyak hal yang kayanya ga pernah disadari oleh masyarakat Jawa Barat mengenai Citarum. Sungai ini seperti layaknya anugerah, kalian boleh kok mengagapnya sebagai anak, istri atau bagaian dari tubuh yang perlu diurus dan dirawat, makanya saya ga mau yang jadi tim make over Ciatrum ya pabrik-pabrik bandel.

Secara geografis, Sungai Citarum mengalir dari hulunya di Gunung Wayang selatan Kota Bandung mengalir ke utara dan bermuara di laut Jawa. Citarum mengaliri 12 wilayah administrasi kabupaten/kota dan menyuplai air untuk kehidupan sekitar 28 juta masyarakat yang wilayahnya teraliri sungai tersebut. Sungai Citarum juga merupakan sumber air minum untuk masyarakat di Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan Bandung. Dengan panjang sekitar 269 km, mengaliri areal irigasi untuk pertanian seluas 420.000 hektar. Sungai Citarum sejatinya merupakan sumber dari denyut nadi kehidupan yang perlu dirawat dengan baik.

Sejak menghilangnnya gerakan ini dari mata kamera dan pena para jurnalis juga dari riak-riak media sosial, sejak saat itu juga saya menimbang, mengingat dan memutuskan bahwa gerakan ini “Libur Sementara”, sifatnya sementara dong karena saya masih berharap ada keterusannya. Yang menjadi urgensi saat ini adalah peran masyarakat dalam meneruskan secara bekesinambungan gerakan ini.

Bayangkan beb, jika Pemerintah pusat tak melibatkan TNI dan POLRI untuk menangani hal ini ? kacau beb pasti kacau kaya hubungan kita, hmmmmmm. Kita tau, korporaasi yang membelit kasus Citarum ini, kita tau juga tumpukan data dari LSM dan aktivis lingkungan yang selalu menemui tembok tinggi bernama “kepentingan”. Cukup jengah bukan, perjuangan untuk melestarikan nadi Pertiwi masih saja terhambat dengan saudara sendiri.  Ngerri kaleeeee !!!

Usul punya usul, sepertinya pendidikan  terhadap lingkungan bukan hanya terpatok pada edukasi dan aksi saja, tidak pada kata-kata dan plang kampannye doang, mesti ada yang mendasari serupa ideologi, ambil contoh saja “Jihad” sebuah kata dimana jutaan makna menyelimutinya, selalu menuai polemik bagi yang dangkal pemikirannya, tapi kalimat perintah ini bisa sangat bermanfaat bagi pelestarian lingkungan.

Yap, Jihad Lingkungan beb, bayangkan orang akan berbondong bondong mempelajari subtansi dari kalimat perintah Jihad Lingkungan dan mencoba mengaplikasikannya. Saya yakin seyakin yakinnya alam ini mampu terjaga dengan sempurna, kita yang ber-Jihad untuk lingkungan akan ngotot untuk kelestarian lingkungan terutama Citarum. Ini bisa dilakukan ? tentu bisa, apa kita punya pedomannya ? ohh ada beb.

Sudah pasti UDD menjadi pedoman mutlak, jika Jihad lingkungan di gelorakan hal ini sudah sejalan dengan fatwa Nahdlatul Ulama dalam keputusan Muktamar ke-29, di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tahun 1994. Dalam muktamar itu, diputuskan bahwa pencemaran lingkungan, baik udara, air maupun tanah, apabila menimbulkan dlarar (kerusakan), maka hukumnya haram dan termasuk perbuatan kriminal (jinayat). Keputusan muktamar ini bukan saja menetapkan hukum haram, tetapi juga mengategorikan sebagai kriminal alias masuk juga dalam ranah hukum positif.

Dengan begitu, merusak lingkungan bukan saja mendapatkan stempel "haram" dari agama, tetapi harus mendapatkan "hukuman" yang setimpal dari negara. Tentu jihad melestarikan lingkungan (jihad bi'ah) dengan tetap berpedoman pada kaidah tasawuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan amar ma'ruf nahi munkar. Penjelasan dari fatwa NU ini kiranya bisa diaplikasikan juga di sinergiskan dengan seluruh instrumen yang ada.

Bahkan kalo sudah bisa se-irama, semua bisa mati-matian belain kelestarian Citarum,nantinya mungkin kita bakal nemuin orang yang bergantian jaga Citarum 1x24 jam macam di Mabes Polri atau TNI. Memang ini masih subah gagasan saja, tapi hal ini pernah dilakukan meski namanya bukan “Jihad Lingkungan” di Brazil misalkan hutan Amazon sukses direvitalisasi berkat tentara disana. Mereka paham betul makna Jihad Lingkungan, disana instrumen sudah terbangun bahkan tentara berperan aktif dalam membenahi ekosistem lingkungan di berbagai wilayahnya.

Mau contoh lain ? ada beb, Sungai Nil di Mesir, sungai yang melintasi 17 negara ini kebersihan airnya tetap terjaga. Bukan hanaya berperan sebagai sumber kehidupan, namun juga destinasi wisata. Salah satu best practice dari Mesir dalam menjaga Sungai Nil tetap bersih dan asri adalah adanya pengacara sungai yang sigap melakukan tuntutan hukum bagi yang melanggar kebersihan dan keasriannya. artinya, ada kesungguhan pemerintah Mesir untuk melakukan penegakan hukum bagi pelanggar aturan lingkungan.

Dua negara ini sudah bisa dijadikan referensi bagi NKRI untuk mengamalkan Jihad Lingkungan. Citarum bisa dijadikan obyek pertama untuk mengaplikasikan gagasan ini, jika berhasil gagasan ini bisa menjadi suplemen untuk kelestarian sungai yang lain di NKRI.

Nah, untuk Lord Emil dan King Uu jika kelak membaca tulisan ini, saya berharap ini bisa dipahami, di racik untuk disegerakan dalam trailernya nanti. Seandainya mereka mampu gelar “Pencerah” akan mereka sandang (Amin...) dan TNI POLRI bisa menjadi “Penggerak”.

“apalah artinya Sang Pencerah tanpa Sang Penggerak”.

Tidak cukup  sampai disitu Jihad lingkungan harus terus menerus diviralkan, disuarakan, dan diperjuangkan dengan sepenuh hati hingga ada kesadaran (awareness) untuk bertanggung jawab melestarikannya, itu tentu tak lepas dari peran Jurnalis dan mata kamera Netizen  yang dengan masif wajib mempropaganda kembali gerakan ini.

Semua ini saya tulis hanya sebagai bentuk cinta tanah air dan menjaga jati diri bangsa tercinta (cieeeee heroik), semua ini saya ungkapkan agar saya sebagai warga negara yang baik senantiasa harus menjadi bagian dari solusi terhadap masalah lingkungan, bukan menjadi bagian dari masalah. Semoga urian ini menjadi jawaban atas kebimbangan semua pihak dalam menghadapi persoalan cinta mencintai, sebab saya berharap nantinya di masa yang akan datang anak cucu kita tidak akan lagi khawatir tentang status “jomblo akut” karena yang single sudah menemukan muara cintanya pada Citarum hahahahha....

Bandung,25 Oktober 2018



Comments

Popular posts from this blog

KEMERDEKAAN ALA ADDY GEMBEL FORGOTTEN

MENEMUI BATAS

PUISI RINDU