“AYAH, GURU, SENIMAN, DAN DOKTER BERMUSIK “
Musisi, Pencipta lagu
kelahiran Bandung, 10 September 1951 itu meninggal dunia dalam usia 53 tahun
setelah menjalani perawatan jantung di rumah sakit tersebut sejak Jumat 3
Desember2004. Kang Harry menderita serangan jantung juga hipertensi dan
diabetes. Jenazah disemayamkan di rumah kakaknya, Ratwini Soemarso, Jl Besuki
10 Menteng, Jakarta Pusat dan dimakamkan 12 Desember 2004 di pemakaman keluarga
di Ciomas, Bogor, Jabar.
Cucu pujangga besar Marah
Roesli ini meninggalkan seorang isteri Kania Perdani Handiman dan dua anak
kembar Layala Khrisna Patria dan Lahami Khrisna Parana. Pemusik bertubuh tambun
ini melahirkan fenomena budaya musik populer yang tumbuh berbeda dengan
sejumlah penggiat music kontemporer lainnya. Dia mampu secara kreatif
melahirkan dan menyajikan kesenian secara komunikatif. Karya- karyanya
konsisten memunculkan kritik sosial secara lugas dalam watak musik teater
lenong.
Doktor musik alumni
Rotterdam Conservatorium, Belanda (1981), ini terbilang sangat sibuk. Selain
tetap berkreasi melahirkan karya-karya musik dan teater, juga aktif mengajar di
Jurusan Seni Musik di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Bandung dan Universitas Pasundan Bandung. Seniman yang berpenampilan
khas, berkumis,
bercambang, berjanggut lebat,
berambut gondrong dan berpakaian serba hitam, ini juga aktif menulis di
berbagai media. Pria ini juga kerap bikin aransemen musik untuk teater,
sinetron dan film, di antaranya untuk kelompok Teater Mandiri dan Teater Koma.
Juga menjadi pembicara dalam seminar-seminar di berbagai kota di Indonesia dan
luar negeri.
Dan yang paling
menyibukkan adalah aktivitas pemusik yang dikenal berselera humor tinggi, ini
adalah membina para seniman jalanan dan kaum pemulung di Bandung lewat Depot
Kreasi Seni Bandung (DKSB) yang didirikannya. Bahkan pria bersahaja dan
dermawan ini sering terlibat dalam berbagai aksi dan advokasi ketidakadilan.
Putera bungsu Mayjen (pur) Roeshan Roesli dari empat bersaudara, ini menjadikan
rumahnya di Jl WR Supratman 57 Bandung, sekaligus markas DKSB.
Markas ini nyaris tak
pernah sepi dari kegiatan para seniman jalanan dan 'kaum tertindas'. Selain
itu, dia juga kerap melahirkan karya-karya yang sarat kritik sosial dan bahkan
bernuansa pemberontakan terhadap kekuasaan diktator dan korup. Maka tak heran
bila kegiatannya di markas ini atau di mana saja tak pernah lepas dari
pengawasan aparat. Saat bergulirnya reformasi Mei 1998 untuk menggulingkan
rezim Soeharto, Kang Harry bahkan berada ikut di barisan depan. Pada masa Orde
Baru, tak jarang pementasan musik dan teater keponakan mantan Presiden BJ
Habibie, ini dicekal aparat keamanan. Bahkan, setelah reformasi, saat pemerintahan
BJ Habibie, salah satu karyanya yang dikemas 24 jam nonstop juga nyaris tidak
bias dipentaskan. Juga pada awal pemerintahan Megawati, dia sempat diperiksa
Polda Metro Jaya gara-gara memelesetkan lagu wajib Garuda Pancasila.
Dia berbeda dari kakaknya
(Ratwini, Utami, dan Rully) yang ketiga-tiganya jadi dokter spesialis. Dari
masa belia dia tidak bercita-cita jadi dokter seperti ketiga kakaknya yang
mengikuti jejak ibunya yang dokter spesialis anak. Harry bercita-cita jadi
insinyur. Dia pun sempat kuliah di Jurusan Teknik Sipil ITB Bandung. Namun
hanya sampai tingkat IV, karena dia merasa lebih menjiwai musik. Namun ayahnya,
pada mulanya menyatakan tidak setuju. Salah satu alasan ayahnya, karena
anak-anak band itu tukang mabuk-mabukan. Tapi Harry berpandangan lain. Begitu
pula ibu dan ketiga kakaknya, mendukung Harry. Bahkan, Sang Ibu memberi
pengertian kepada Sang Ayah:
"Biarkan Harry jadi dokter musik." Akhirnya ayahnya pun
mengizinkan, asal tak dikomersialkan. Pernyataan Sang Ibu itu memberi dorongan
semangat tersendiri bagi Harry. Dia pun belajar dan berkarya dengan
sungguh-sungguh dan kreatif. Sampai dia benar-benar menjadi doktor musik dari
Rotterdam Conservatorium, selesai 1981. Dia juga aktif di Departemen Musik
Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Begitu pula syarat yang
dinyatakan Sang Ayah, jangan komersial, memandu kreativitasnya melahirkan
karya-karya musik dan teater yang eksperimental. Karya musik dan teater yang tak
akrab komersial alias tak laku dijual, tapi terkenal dan menjadi bahan kajian
di berbagai universitas mancanegara, seperti di Jepang, Eropa dan Amerika.
Profesor psikologi musik ini bukan musisi biasa. Kehidupan yang sesunguhnya
baginya adalah seni musik. Kehidupannya adalah kegiatan musik, mulai dari
perkusi, band, rekaman musik, dan lain-lain. Dalam bermain musik, dia pun
memakai peralatan yang unik. Seperti gitar, drum, gong, botol, kaleng rombeng,
pecahan beling dan kliningan kecil.
Pada awal 1970-an,
namanya sudah mulai melambung. Saat membentuk kelompok musik Gang of Harry
Roesli bersama Albert Warnerin, Indra Rivai dan Iwan A Rachman. Lima tahun
kemudian (1975) kelompok musik ini bubar karena para pemainnya menikah dan
Harry sendiri belajar ke Belanda. Di tengah kesibukannya bermain band, dia pun
mendirikan kelompok teater Ken Arok 1973. Setelah melakukan beberapa kali
pementasan, antara lain, Opera Ken Arok di TIM Jakarta pada Agustus 1975, grup
teater ini bubar, karena Harry mendapat beasiswa dari Ministerie Cultuur,
Recreatie en Maatschapelijk Werk (CRM), belajar ke RotterdamConservatorium,
Negeri Belanda.
Selama belajar di negeri
kincir angin itu, Harry juga aktif bermain piano di restoran-restoran Indonesia
dan main band dengan anak-anak keturunan Ambon di sana. Selain untuk
menyalurkan talenta musiknya sekaligus untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya
yang tidak mencukupi dari beasiswa. Suatu ketika cucu pengarang roman Siti
Nurbaya, Marah Roesli, ini pulang liburan. Dia pun memanfaatkan kesempatan itu
untuk menikah dengan kekasihnya, Kania Perdani Handiman, yang kemudian
diboyongnya ke Balanda. Pernikahan itu, melahirkan buah hati anak lelaki kembar
pada 1982. Sekembalinya ke tanah air, sejak tahun 1983, dia menggarap musik
untuk hampir semua produksi Teater Mandiri dan Teater Koma sejak produksinya
bertajuk Opera Ikan Asin.
CITA-CITA YANG HARUS DITERUSKAN : BERFIKIR DAN BERKARYA UNTUK KEPENTINGAN
ORANG BANYAK 
Kania Perdani Handiman,
Istri (alm.) Harry Roesli Meneruskan Cita-cita Sang Suami Melalui Harry Roesli
Foundation Kepedulian sosial yang dimiliki olehseniman almarhum Harry Roesli
ternyata tidak berhenti seiring dengan kepergiannya. Ada sosok perempuan yang
mampu meneruskan cita-cita seniman asal Bandung tersebut. Dialah Kania Perdani
Handiman yang tidak lain adalah istri alm. Harry Roeli sendiri. Wanita yang
juga memiliki jiwa social tinggi ini bertekad meneruskan keinginan luhur dari
sang suami.
Realita masih berada di
Bandung untuk menemukan sosok orang yang memiliki kepedulian sosial terhadap
sesama. Salah satunya adalah sosok perempuan tegar yang juga merupakan istri
almarhum Harry Roesli, seniman asal kota kembang Bandung. Dialah Kania Perdani
Handiman, wanita yang pernah dinikahi oleh Harry Roesli selama 24 tahun. Tak
dinyana, kepergian Harry Roesli menghadap Illahi tidak serta merta memupuskan
cita- cita seniman nyentrik itu dalam membina anak- anak jalanan dalam bermusik.
Justru, Kania berusaha untuk mewujudkan cita-cita dan meneruskan keinginan sang
suami.
Cuaca Bandung tampak
cerah. Panas dari sinar matahri pun tidak terasa menyengat di kulit. Terlebih
lagi, pepohonan rindang yang menghias sepanjang jalan WR Supratman, Bandung
menambah sejuknya suasana kota Bandung. Di pinggir jalan WR Supratman itulah,
sebuah rumah berdiri kokoh dengan aksen warna merah dan hitam terlihat di
bagian atapnya. Dibandingkan dengan bangunan lainnya di sepanjang jalan
tersebut, rumah itu tampak lebih cerah dan terlihat lebih menonjol. Tulisan RMHR (Rumah Musik Harry Roesli) pada papan nama dibangunan tersebut pun
terlihat sangat jelas oleh masyarakat yang kerap berlalu-lalang di jalan WR
Supratman. Bangunan yang menyerupai rumah itulah hasil peninggalan almarhum
Harry Roesli. Di tempat itu pula, yayasan yang beberapa tahun lalu dibentuk
oleh Harry Roesli sendiri, yakni Harry Roesli Foundation.
Ramai dengan Anak Muda.
Suasana di Rumah Musik Harry Roesli terlihat ramai. Banyak anak-anak muda yang
tengah berada di dalam rumah tersebut. Beberapa diantaranya bahkan terlihat
santai sembari berbincang-bincang di salah satu meja yang berada di sudut
ruangan. Sayup-sayup terdengar, anak-anak muda yang umurnya berkisar antara
17-25 tahun itu sedang memperbincangkan aliran musik yang akan mereka mainkan.
Tak heran memang, di RMHR, sebagian besar orang merupakan pemain musik atau pun
minimal adalah pencinta musik.
Di dinding bangunan rumah
itu juga terdapat banyak foto kenangan Harry Roesli. Kania beserta keluarga
memang sengaja menghiasi dinding RMHR dengan foto-foto kenangan Harry Roesli.
Kania beralasan bahwa sebagai pencetus berdirinya RMHR, Harry Roesli
Foundation, dan Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB), Harry Roesli sudah
sepantasnya untuk diberikan penghargaan seperti itu. Di salah satu meja, tepat
berada di dekat pintu masuk, sosok perempuan berambut panjang terlihat sedang
memeriksa beberapa berkas yang berada di depannya. Ia tampak serius membaca
setiap lembarannya. Dialah Kania Perdani Handiman, istri almarhum Harry Roesli.
Ketika mengetahui kedatangan Yongkru, ibu dua anak yang biasa disapa dengan Nia
ini terlihat ramah. Meski tidak membuat janji untuk bertemu terlebih dahulu,
Nia justru menerima Yongkru yang berniat untuk berbincang-bincang mengenai
yayasan yang didirikannya bersama alm. Harry Roesli. “Saya hanya meneruskan cita- cita
Mas Harry,” ungkapnya singkat. Cita-cita alm. Harry Roesli yang ingin
membantu anak- anak jalanan dalam bermusik dan mendirikan rumah musik memang
sudah terwujud. Namun, kekhawatiran rumah musik dan yayasannya akan berhenti
seiring dengan kepergian Harry Roesli ternyata tidak terbukti. Nia malah
bertekad untuk melanjutkan yayasan dan rumah musik yang didirikan oleh suaminya
sendiri. Di salah satu ruangannya, Nia kemudian menceritakan tentang segala
macam bentuk kegiatan yang ada di dalam yayasan Harry Roesli.
Selepas kepergian Harry
Roesli pada 31 Desember 2004 lalu, Nia beserta kedua anak kembarnya, Layala
Roesli dan Hami Roesli, memang sangat merasa kehilangan sosok figur kepala
keluarga yang menjadi panutan mereka. “Kami memang merasakan kehilangan yang
amat besar,” ujar wanita yang menikah dengan Kang Harry pada 24 Agustus 1980
ini. Namun, dengan meneruskan cita-cita dan keinginan luhur dari sang kepala
keluarga, Nia dan kedua anak kembarnya bersepakat untuk mengelola organisasi
peninggalan Harry Roesli. Tak heran, mereka memiliki andil besar pada sebagian
besar kegiatan yang diadakan oleh Harry Roesli Foundation. “Ibu Nia di yayasan
sebagai pembinanya,” ungkap Fernandus Semaun, salah satu pengurus Harry Roesli
Foundation. Harry Roesli Foundation sendiri memliki beberapa kegiatan yang
ditujukan bagi anak- anak jalanan yang menyukai musik.
Meski begitu, acara-acara
tersebut, seperti diakui Fernandus, tidak pernah diagendakan sebelumnya. Jangan
heran jika bentuk yayasan dari Harry Roesli Foundation ini belum terdaftar
di departemen sosial. Karena menurut
Fernandus, yayasan tersebut lebih fokus di kegiatan nyata yang berguna bagi
masyarakat banyak, ketimbang harus mengurusi persoalan izin pembentukan
yayasan. “Kita sih mikirnya apa yang dapat kita perbuat untuk kepentingan orang
banyak,” tegas Fernandus. Yayasan yang mengambil nama Harry Roesli ini
didirikan pada tahun 2005. Pada awalnya, Harry Roesli Foundation didirikan
untuk meneruskan beberapa aktivitas Harry Roesli yang belum diwujudkan setelah
sepeninggalnya seniman nyentrik itu pada akhir tahun 2004. Dari dorongan itulah
kemudian pihak keluarga yang diwakili oleh Nia beserta orang-orang terdekat
almarhum bersepakat untuk mendirikan yayasan demi meneruskan cita-cita dan
aktivitas sosial alm. Harry Roesli di bidang seni. Kegiatan yang dulunya dapat
dilakukan oleh Harry seorang, kini dikerjakan oleh puluhan orang yang tergabung
dalam Harry Roesli Foundation. “Banyak orang yang memiliki kapabilitas
masing-masing untuk mengembangkan yayasan ini,” aku Fernandus. Tampung
60 Anak Jalanan. Ada beberapa kegiatan yang menjadi focus Harry Roesli
Foundation yang mencakup bidang pendidikan, seni, dan budaya.
 Salah satunya adalah dengan mendidik anak-anak
jalanan yang berada di sekitar Bandung untuk dapat mempelajari dunia musik
dengan baik dan benar. Saat ini, anak jalanan yang ditampung oleh pihak yayasan
baru sekitar 60-an anak. Itu pun hanya anak jalanan yang berada di sekitar Bandung
saja. Meski begitu, anak-anak jalanan tersebut dididik secara efektif dan
diajar oleh guru-guru musik profesional. Dengan begitu, mereka mampu
meningkatkan kemampuan musiknya secara profesional pula. Selain itu, Harry
Roesli Foundation juga memiliki rumah publik Harry Roesli yang juga merupakan
kantor yayasan. Di rumah publik itu terdapat banyak foto-foto kenangan Harry
Roesli mulai dari foto bersama keluarganya hingga foto-foto bersama puluhan
anak jalanan yang dibina oleh Harry Roesli. “Ya semacam memorabilia saja,” ujar
Nia. Selain sebagai rumah memorabilia kenangan Harry Roesli, yayasan juga
menggunakan bangunan rumah tersebut sebagai rumah budaya.
“Berbagai seni budaya
memang ada di sini,” ujar Fernandus. Rumah yang diberi nama Rumah Musik Harry
Roesli ini memiliki tiga fungsi dalam kegunaannya. Pertama, rumah tersebut
digunakan sebagai ruang publik, dimana berbagai macam memorabilia Harry Roesli
terpajang di dinding setiap ruangannya. Kedua, adalah sebagai rumah sosial yang
digunakan untuk membina dan mendidik anak-anak jalanan untuk bermain musik.
“Ada pendidikan lifeskill, pendidikan mental dan karakter dari setiap anak
jalanan yang ada,” ungkap Nia. Intuk pendidikan mental dan karakter, Fernandus
mengaku mengajarkannya melalui dua pendekatan, yakni pendekatan psikologis dan
pendekatan olahraga. Pendekatan olahraga, yang dimaksud Fernandus bukanlah
pendekatan olahraga fisik, namun berupa pendekatan melalui sifat leadership dan
kerjasama tim. Melalui pendidikan itu pula, yayasan berusaha untuk mencoba
menanamkan budaya tata krama dan saling menghargai pada anak-anak jalanan
tersebut. Pihak yayasan juga telah merancang jadwal pendidikan yang lebih
sistematis untuk mendidik anak-anak jalanan tersebut. Setiap hari Kamis,
anak-anak jalanan diajarkan mengenai pengembangan wawasan. Sedangkan setiap
hari Jumat, anak-anak jalanan itu diajarkan mengenai pendidikan musik, begitu
juga hari Sabtu. “Sekarang kita sedang mengembangkan kejar paket A dan paket B
untuk anak-anak jalanan,” tutur Fernandus. Sebagai Pembina, Nia mengaku bahwa
berbagai aktivitas sosial yang dilakukan oleh yayasan memang seputar dunia
musik. Hal ini menurutnya pula, karena sumber daya yang dimiliki oleh yayasan,
berlatar belakang musik. Meski tidak semua anak jalanan yang dibina oleh yayasan
ini memiliki bakat di bidang musik.
            “Yang
memiliki bakat bermusik pun belum tentu mampu bermusik secara profesional,”
ungkap pria yang mengenal kang Harry sejak tahun 1999 ini. Harry Roesli
Foundation memang tidak melakukan kegiatan sosial dengan cara memberikan dana
sumbangan kepada masyarakat kurang mampu khususnya anak- anak jalanan. Namun,
Fernandus mengaku, mereka hanya dapat memberikan pendidikan dan pembinaan bagi
anak-anak jalanan di bidang musik. Sehingga, menurut Fernandus pula, anak-anak
jalanan tersebut mampu mengembangkan bakat seni yang mereka miliki untuk
dijadikan sebagai mata pencaharian. Bahkan diakui Fernandus, ada beberapa band
didikan yayasan yang mampu mengembangkan seni bermusiknya dan dapat
mengeluarkan album sendiri. “Ada beberapa band yang dapat mengeluarkan album
sendiri meski hanya indie label,” ungkap Fernandus tanpa menyebutkan nama band
tersebut.
Meski tidak membantu
anak-anak jalanan dengan cara memberikan dana sumbangan, yayasan tetap saja
harus mengeluarkan biaya operasional dalam menyelenggarakan pendidikan dan
pembinaan bagi anak-anak jalanan. “Kalau soal dana, kita masih melakukan
swadaya sendiri ya,” ujar Nia. Selain Harry Roesli Foundation, wanita kelahiran
30 Desember 1955 ini juga memiliki Rumah Musik Harry Roesli yang bersifat
komersil. Sebagian peserta yang mengikuti pendidikan di Rumah Musik tersebut,
diharuskan untuk membayar biaya pendidikan. “Kalau peserta yang membayar itu
berasal dari masyarakat kelas atas,” aku Nia. “Per bulan setiap siswa
diharuskan membayar iuran sekitar Rp 150 ribuan ke atas,” tambah Nia. Dari
situlah yayasan memperoleh pendapatan untuk membiayai setiap kali diadakan
kegiatan.
“Prinsip kita kan
bagaimana yayasan ini bias tetap berjalan tanpa bergantung kepada pihak luar,” tutur Fernandus menambahkan.
Fernandus juga mengaku bahwa biaya yang dikeluarkan oleh pihak yayasan termasuk
rendah. Ia beralasan sebagian besar orang yang terlibat di dalam setiap
kegiatan yayasan adalah relawan. Sehingga tidak perlu diberi upah sebagaimana
karyawan pada umumnya. Terlahir dari Keluarga Sosial. Sebagai Pembina sekaligus
orang terdekat Kang Harry, Nia memang lebih banyak bertindak sebagai pembuat
konsep bagi yayasan. “Saya yang membuat konsepnya,” aku Nia. “Saya juga
mengawasi supaya tidak keluar jauh dari konsep yang sudah kita buat,”
tambahnya.
Kepemimpinan Nia memang terlihat
berbeda ketimbang kepemimpinan Kang Harry beberapa
tahun yang lalu. Nia mengaku bahwa
ketika masih dipegang oleh Kang Harry, yayasan lebih banyak memberi saja.
“Kalau dulu kita memberi ikannya, sekarang kita berubah dan mulai
memberi kailnya,” ungkap wanita yang
pertama kali bertemu dengan Kang harry pada tahun 1973 ini. Melalui pendidikan
yang dibina oleh yayasan, Nia menekankan pada penanaman harga diri terhadap
anak- anak jalanan tersebut. Selain itu, mereka juga dituntut untuk dapat
menggali segala macam bentuk potensi yang ada di dalam dirinya masing- masing
agar berguna bagi dirinya dan masyarakat.
“Kang Harry memang lebih
banyak memberi dalam bentuk uang saja,” kenang Nia. Nia pun mengubah cara
tersebut agar harga diri dari anak-anak jalanan dapat terjaga dengan baik.
Menurutnya pula, ia sekarang lebih
mementingkan kualitas ketimbang kuantitas dalam kegiatan sosialnya. “ini
bukan hanya tanggung jawab kami saja, melainkan tanggung jawab kita semua,”
ujar Nia. Harapannya, ia hanya berusaha untuk menjalankan program- program yang
telah dibuat sebelumnya. Jiwa sosial yang dimiliki Nia ternyata tidak hanya
meniru kebiasaan  suami saja. Di dalam
diri Nia memang terdapat rasa kepedulian sosial terhadap sesama. “Saya memang
berasal dari keluarga yang mengajarkan sosial juga,”aku Nia. “Tapi kalau dulu
Kang Harry scope-nya lebih besar, saya scope-nya masih kecil,” imbuhnya. Nia
memang dibesarkan dari keluarga yang berkecukupan.
Menurut Nia, apa yang
dilakukannya saat ini adalah sebatas kemampuan dia ketika melihat keadaan
sekitar. “Apa yang bisa kita perbuat, ya lakukan saja,” ujarnya santai. Nia pun
kini lebih banyak belajar dari sifat Kang Harry yang diakuinya memiliki sifat
ketulusan ketika memberi. Tak heran, Nia sangat mengagumi sifat Kang Harry yang
benar-benar memiliki jiwa
sosial dan ketulusan ketika memberi.
Fajar
Dua Anak Kembarnya Terlibat di Dewan Pengurus Yayasan
Selain Nia sebagai
Pembina Harry Roesli Foundation, kedua anak kembarnya, La Hami Krisna Parana
Roesli dan La Yala Krisna Patria Roesli juga turut terlibat di dalam yayasan.
“Mereka sebagai dewan pengurus saja,” aku Nia. Dalam setiap kegiatan yayasan,
Hami dan Yala selalu sibuk mengurusi segala macam persiapannya. Mereka juga
tidak segan-segan untuk bergabung dengan anak-anak jalanan lain pada saat
diadakan kegiatan seni. Kecintaan sang ayah terhadap dunia music ternyata
menular pada kedua anak kembarnya tersebut. Tak heran, ketika Realita
menyambangi Rumah musik Harry Roesli, La Hami tengah asyik bermain drum. Ia
terlihat menikmati dunianya sendiri, dunia yang penuh dengan musikalitas. Darah
seni memang mengalir deras di diri Hami dan Yala. Tak hanya darah seni saja
yang diturunkan dari sang ayah. Jiwa sosial yang ada pada Harry Roesli juga
mengalir pada kedua anak kembarnya. Terbukti, dengan ikut sertanya Hami dan
Yala di dalam setiap kegiatan yang diadakan Harry Roesli Foundation. Bahkan
ketika peringatan 100 hari kematian Harry Roesli, beberapa tahun yang lalu,
Hami dan Yala turut menyuguhkan pertunjukan musik dengan membawakan lagu hit
dari Kang Harry.
Tidak hanya itu saja, beberapa
kegiatan social yang diadakan yayasan juga diikuti anak kembar yang hanya
berbeda hitungan menit ketika terlahir ke dunia ini. Mereka berdua juga kerap
mengajarkan cara bermusik terhadap anak-anak jalanan yang diasuh oleh yayasan.
Sering Menggelar Panggung Musik Anak Jalanan
Tidak pernah keluar dari
lingkaran musik, itulah yang dilakukan oleh Harry Roesli Foundation. Hampir sebagian
besar kegiatan yang dilakukan oleh yayasan tidak pernah keluar dari lingkaran
musik. Salah satu kegiatannya adalah memberikan kesempatan kepada anak-anak
jalanan untuk tampil membawakan musik mereka masing-masing. Dengan begitu,
anak-anak jalanan tersebut mendapatkan peluang untuk menyalurkan bakat music
yang mereka miliki. Tak hanya itu, mereka juga berkesempatan untuk terjun ke
dunia musik secara profesional, bahkan peluang untuk menelurkan album bias saja
terjadi.
Sayangnya, kegiatan
positif ini tidak diagendakan secara khusus setiap tahun. “Kita tidak pernah
mengagendakan setiap acara,”aku Nia. Harry Roesli Foundation hanya merencanakan
kegiatan pendidikan dan pembinaan terhadap puluhan anak jalanan saja. Di luar
kegiatan pendidikan tersebut, yayasan tak pernah merencanakan dan
mengagendakannya. Meski begitu, kegiatan panggung untuk anak jalanan sudah
tentu akan dilaksanakan setiap tahun. Tapi waktu diadakan acara tersebut tidak
selalu pasti. Itu hanyalah kegiatan insidental yang berasal dari ide anak-anak
jalanan itu sendiri. Biayanya pun diakui Fernandus masih terhitung kecil dan
dikumpulkan dari para pengurus atau menggunakan keuntungan dari Rumah Musik
Harry Roesli.
Beberapa waktu yang lalu,
pada saat hari ulang tahun yayasan, Nia beserta pengurus yayasan lainnya
mengadakan acara kerja bakti yang diperuntukkan bagi para pelajar. Kerja bakti
tersebut diadakan di pasar tradisional di kota Bandung dan diikuti oleh sekitar
400 pelajar Bandung.
Rencananya, Nia bersama
anggota kepengurusan yang lain akan menggelar berbagai acara pada tahun ini.
Acara pagelaran musik tentunya akan diadakan pada beberapa bulan kemudian.
“Kita berencana untuk mengadakan berbagai acara pada tahun ini,” tutur
Fernandus. Hal tersebut diiyakan oleh Nia sebagai Pembina yayasan. Meski
demkian, Nia enggan bercerita banyak tentang acara-acara tersebut karena
menurutnya merupakan suatu kejutan bagi pencinta music khususnya bagi penggemar
Harry Roesli. Namun, Fernandus menambahkan bahwa yayasan juga berencana untuk
mengadakan kegiatan yang berbasis lingkungan hidup. “Tujuannya adalah
mengajarkan anak muda agar mereka mampu menjaga keseimbangan ekosistem
lingkungan,” tutur Fernandus. Dengan begitu, kerusakan- kerusakan lingkungan
dapat dicegah sedini mungkin dengan adanya pembinaan terhadap anak-anak muda
tentang lingkungan alam.
M Elgana Mubarokah 
Tulisan ini pernah dimuat disalah
satu majalah remaja Youngkru.com
Comments
Post a Comment