SAJAK SEORANG YANG BERSAKSI



Aku minum kopi sore hari
menghisap sebatang rokok,
menyaksikan kenyataan dalam lamunan
bisik-bisik bersiul dekat taman
di persimpangan, kita sudah saling melupakan.

Di langit, keputusan dibungkus ketakutan,
kebenaran dibunuh pembenaran.
Kopi ini tak terlalu manis, sebab yang manis adalah senyum diantara keadilan,
yang manis ada ditanah tanpa penggusuran.
Nikmat pada kopi ini terletak pada pendidikan yang tak lepas dari persoalan kehidupan.
Dalam kopi ini pula, aku menyaksikan jalan panjang tanpa pemberhentiaan.

Sebaiknya kuhisap rokoku dan terdiam sejenak
karena jika bergerak, aku dituding manusia tak berotak.
Ya, inilah sajak yang terbelenggu,
kebebasan hanya berlaku bagia siapa saja yang ingin dipeluk peluru,
ia bertapa dan hinggap dalam nurani, nurani yang tak pernah sepi.

Aku teguk lagi kopiku,
sementara Indonesia meminum tanah airnya sendiri,
meminjam sejarah dengan arsip penuh tipu daya.
Ah, sore-sore bercerita
kala lembaga hanya menguntungkan barisannya.
Ini lah sajak ku yang terbakar asap rokok, muntah karena kata-kata dalam tubuhnya.

Kawan, mari tersenyum menyambut “MERDEKA” ,
dengan rokok persahabatan dan kopi yang belum tentu hitam
kita menyerap roh kemanusiaan
diantara sore yang menunggu setiap pembenaran.

Bandung,27-10-2016

Comments

Popular posts from this blog

KEMERDEKAAN ALA ADDY GEMBEL FORGOTTEN

MENEMUI BATAS

PUISI RINDU