KELANGKAAN BELUM TENTU JADI PERSOALAN BAGI PENGUASA
Hampir
dua bulan masyarakat dibingungkan dengan kelangkaan GAS ELPIJI ukuran 3 Kg,
setiap kali GAS mulai habis masyarakat mulai resah sebab dirasa cukup sulit
mendapatkan kemblai GAS yang sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat pada
umumnya. Bisa dipastikan hampir selurung took-toko ataupun warung yang biasanya
menyediakan GAS tersebut kini seperti mengalami kekeringan, sungguh pemandangan
yang  “aneh”, maka tak pelak aktivitas
masak-memasak Ibu Rumah Tangga jelas akan terganggu .
Sejauh
ini kelangkaan GAS di Kota Bandung sudah cukup merebak ke setiap sector
wilayah, bisa dilihat dari antrian panjang yang hampir menghiasai setiap tempat
yang menjadi distribusi GAS berukuran 3 Kg tersebut. fenomena ini jelas bisa
dikatakan langka, sebelumnya hal ini pernah dialami ketika pemerintah
mengkompersi minyak tanah menju GAS sebagai bahan bakar rumah tangga. Saat itu
masyarakat dibuat kalang kabut dengan pemindahan bahan bakar tersebut, hal
serupa kini dialami kembali oleh masyrakat, dipastikan di jalanan banyak
kendaraan bermotor yang lalu-lalang sambil membawa tabung GAS dan
bertanya-tanya keberadaan “si hijau yang
dibutuhkan” itu berada.
Minimnya
informasi kelangkaan tersebut menjadikan masyarakat mesti kembali menguras energi
lebih ditengah menghadapi kehidupan yang penuh dengan tekanan kanan-kiri
atas-bawah, terkadang ada yang mesti menghentikan aktivitas masak di rumah
begitu pula yang dilakukan oleh para pedagang yang memang membutuhkan GAS
sebagai alat untuk mengais rezeki. Jika saja ini adalah sebuah kelangkaan biasa,
dalam artian memang stock sumber daya
GAS terbatas, tentu harus ada informasi atau pemberitahuan yang massif sifatnya, jangan sampai masyrakat
menganggap bahwa kelanggkaan yang terjadi saat ini adalah sebuah fenomena yang
biasa dalam hidup berbangsa.
 Peran pemerintah pusat ataupun daerah harus
semakin “gesit” dalam menanggapi isu
ini, saat ini tidak terlihat bahkan terdengar di media-media televisi ataupun
cetak bahwa pemerintah melakukan sebuah
progress untuk menanggapi isu ini, maka tak pelak pemerintah daerah pun
menjadi seolah-olah diam bahkan terlihat hingga ke tahap pemerintah wilayah
dalam hal ini  Kelurahan dan Kecamatan.
Kepekaan
tidak terjadi di pemerintah pusat, sebab pemerintah daerah tidak cekatan dalam
menaggapi kelangkaan GAS ini, jika saja pihak Kelurahan atau Kecamatan mampu
mewadahi isu ini dan mengantarkannya ke pemerintah daerah tentu akan terjadi
estafet dalam proses mensejahterakan masyarakat, namun sayang pihak pemerintah
daerah seolah hanya memperhatikan pendataan pendududk saja. Tentu akan timbul
pertanyaan sebenarnya apakah tugas dan fungsi jajaran pemerintah daerah ?
keadaan semakin buruk dengan taka da penjelasan dari pihak PERTAMINA  sebagai salah satu perusahaan penyedia bahan
bakar GAS tersebut, perusahaan ini hampir sama seperti pemerintah diam dan
terlihat seperti membiarkan kegelisahan di masyarakat atas kelangkaan yang
terjadi. Semestinya PERTAMINA memberikan pendataan yang akurat persoalan
pendistribusian GAS berbagai ukuran kepada pemerintah pusat amaupun daerah dan
juga memantau secara langsung apakah pendistribusian berjalan secara baik dalam
artian sesuai dengan prosudur atau tidak, akan menjadi sebuah kegaduhan yang
memenaskan telinga pemimpin saat ini bila pihak-pihak yang terlibat dalam
penyediaan kebutuhan pokok ini sedikit bermain dengan alur pendistribusian,
tentu hal-hal negatif akan terjadi seperti penimbunan dibebebertapa distributor,
korupsi kewenagan dan jelas korupsi keungan. Bila ini terjadi siapa yang akan
dirugikan ? tentu jawabannya tertuju pada masyarakat sebagai konsumen
tertinggi,berbagai pertanyaan akan menjamur di nalar masyarakat namum itu semua
tetap akan mereda ketika kebutuhan sudah menudutkan dan tak pelak masyarakat
mesti mengeluarkan uang lebih demi mendapatkan kebutuhan hidupnya, salah
satunya adalah membeli GAS 3Kg.
Ditengah
kelangkaan yang terjadi terdengar pula kabar burung bahwa akan terjadi
pengalihan dari ukuran 3Kg ke ukuran 5Kg, hal tersebut sedikit bisa dipastikan
kebenarannya dengan melihat maraknya para distributor memampang di tokonya GAS
yang berukuran 5 Kg dengan  warna yang
mecolok diatas kelangkaan GAS 3Kg. bisa diambil pemaknaan bahwa para
distributor seolah memaksa secara halus pada masyarakat untuk beralih menggunakan
GAS yang berukuran 5Kg dengan memanfaat kelangkaan serta keputusasaan yang
pasti dialami oleh masyarakat apabila pancaroba GAS ini makin panjang ceritanya
dnagn cara menaikian harga GAS 3Kg karena barang sulit didapatkan  dan memurahkan GAS 5Kg karena barang banyak
tersedia, tapi proses seperti jni biasanya tak akan berlangsung lama,
keseimbangan harga ini akan pupus setelah seluruh stock GAS 3Kg berhasil ditarik pemerintah dari seluruh wilayah di
Indonesia lalu akhirnya harga GAS 5 Kg pun kembali membungbung tinggi, seperti
lading yang kekeringan kemudian diberikan hujan buatan namun kemarau malah
kembali meradang.
Media
selaku control sosial dan juga menjadi kekuatan demokrasi ke 4 seolah tidak
melihat hal ini sebagai isu yang bagus untuk dikabarkan , dapur redaksi lebih
memilih aksi damai 4 November sebagai penutup akhir tahun dimana isu penistaan
agama menjadi bumbu favorit melesatkan medianya menjadi nomer satu. Seharusnya
dengan melihat antrian panjang di SPBU yang menyediakan GAS , antrian yang
terjadi di toko-toko serta tempat pendistribusian, masyarakat yang lalu-lalang
dengan wajah gelisah  menggunakan
kendaraan bertandang kesana kemari harusnya  mampu menjadikan isu ini layak dan wajib
dikabarkan kepada khlayak banyak, termasuk pemerintah pusat hingga daerah dan
jajarannya. Selain itu dengan kemampuan investigasi
yang dimilki oleh setiap insan pers,
media mesti menemukan akar permasalahan dari kelangkaan yang terjadi , jangan
malah menjadi pahlawan kesiangan ketika ada “intruksi” dari penguasa untuk mem-follow up kejadian ini.
Media
mesti mencari sebuah kebenaran yang disandarkan pada kenyataan yang dilihat
dengan mengadopsi kegelisahan yang terjadi di masyarakat, kelangkaan GAS adalah
sebagian kecil kegelisahan masyarakat, seharusnya media mampu mengurai
persoalan ini, tentu akan menjadi sebuah langkah yang heroic ketika media mampu menjadi pelopor yang mengantarkan
kelangkaan GAS  pada pemerintah ditengah “kesibukan” yang sedang melanda
pemerintah Indonesia.
Bandung,
18-Nov-2016
M
Elgana Mubarokah
Comments
Post a Comment