Menjadi manusia
    Sajak ini kutulis dalam pencarian  kedigdayaan hidup manusia terletak pada kesetaraan, aku menyusuri relung diri, mengimani petanda yang menjadi api.  Sebagai sebuah penantian panjang  di ujung abad, jawaban-jawaban menunggu di ucapkan  yang disembunyikan akan bersaksi dihadapan peristiwa, yang dibiarkan akan menghadang dan membias di cakrawala.     Bagaimana aku bisa membaca gejala ini?   sementara kekasihku Khairani tak kunjung tiba di dalam kalbu  atau ia sudah ada, namun menjelma aku?  Bagaimana aku menawarkan ketenagan hati, sementara sajak ini mengajaku berdamai dengan diri  membenahi jiwa, memembawa perjalanku menuju lembah, kemanusiaan namanya.  Ketidakberdayaanku dihadapan kata-kata dan nyanyian para ulama, seolah menjadi jerat  menjadi lukisan panjang penuh warna,  menjadi musim tanpa petanda  Aku dikurung sebagai manusia.     Sajak ini menanti aku kantongi  sebagai bekal dikemudian hari.  Ia menjadi peta dalam dada, memberi ketenagan nurani  meski bergejolak ia mampu...