KRISIS DEMOKRASI MESTI JADI ISU HANGAT DAPUR REDAKSI



Akhir-akhir ini media sosial ramai membicarakan kebebasan berbicara sebagai warga Negara, baik secara personal dan kelompok yang dituliskan melalui sebuah opini, artikel, surat pembaca, puisi dll bahkan pula ada yang melakukan itu semua dengan upaya-upaya visualisasi gambar yang berisi sebuah ajakan untukmelakukan kegiatan protes atas apa yang terjadi pada pemilik akun-akun media sosial tersebut baik secara personal ataupun kelompok, itu semua jelas terpampang dalam perut perwajahan LINE, INSTAGRAM, PATH, TWITTER, FACEBOOK. Luapan yang tertulis dalam media sosial beragam betuknya serta bobot isinya, dari mulai upaya pembebasan salah satu pulau penghasil emas terbanyak di dunia yang ada di Indonesia, pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia yang dikaitkan dengan sejarah kelam bangsa ini,  kekerasan yang beridiologi agama, pergauan bebas, organisasi yang dilarang dikampusnya, keluhan terhadap public feagure, sejarah bangsa Indonesia, serta kebobokrokan pejabat sampai pendidik yang ada di instansi terkait.
Hal yang tegambarkan diatas tentu membuat masyarakt luas bertanya-tanya tentang keberadaan sebuah pemimpin atau sistem yang ada, mengapa demikian ? karena dengan akes yang mudah pemberitaan yang ada di media sosial sangat amat mampu membuat masyarakat terpontang panting kenyataan sementara bila ditanya tentu jawaban yang paling pasti adalah “saya tidak mengerti” atau “biarin aja, segini juga sudah beruntung”. Pergolakan yang tersampakan melalui media sosial mampu menjadi sebuah ancaman besar bagi keberlangsungan hidup berbangsa karena kehadiran media sosial tidak dikontrol oleh Negara baik secara berkala ataupun paten. Undang-undang ayng membicarakan tentang keberadaan media sosial saja sudah diangga subversif terhadap para penulis yang menggunakan media sosial sebagai alat penyampaian pesan mandiri.
Sayangnya perkembangan media sosal yang sedemikian rupa wajahnya tak mampu membuat peka media-media informasi untuk mengolah isu yang sedang hangat diperbincingkan dilayar-layar media sosial menjadi sebuah berita yang bombastis dan layak untuk dikabarkan. Media informasi baik cetak, radio, online ataupun televisi hanya melihat itu semua sebagai gejala yang terjadi secara manusiawi, hal tersebut akan memperparah keadaan kehidupan berbangsa dan tentu akan memperuncing tulisan-tulisan yang bersifat keluhan yang sengaja di upload ke media sosial, bukan tanpa resiko tinggi namun bisa saja terjadi sebuah bahwa Negara sudaha tak menawarkan lagi hasrat demokrasi yang menjadi dasar penting dalam amanat Pancasila .
Keinginan hidup bedemokrasi atau minimal mampu dengan bebas berbicara, baik bentuk kritik ataupun dialog langsung dengan pimpinan sebuah Negara menjadi hal yang sukar ditemukan, bahkan bisa dikatakan seperti mencari jarum diatas tumpukan jerami. Hal ini bisa disebebkan karena salah satu alat transformasi keadaan yaitu media informasi sudah kehilangan arah tujuan, lebih mementingan kepentingan perusahaan daripada menjaga sebuah keberpihakan agar idiologi jurnalistik tidak dengan mudah disususupi dan diracuni kepentingan yang lain, terutama keinginan untuk berkuasa. Dengan situasi yang sedemikian rumitnya, masyarakat yang memiliki keinginan bedaulat dengan demokrasi menggunakan media sosial pribadinya sebagai alat untuk memberikan sebuah sinyal bahwa pemimpin hari ini tak pernah ada di hati masyarkatnya.
Kegiatan jurnalistik mesti dijaga kesadarannya, sebab disadari atau tidak, ideal menjadi jurnalis itu mesti memiliki idiologi “kenyataan sepahit apapun harus dikabarkan”. Sangat bisa dibayangkan jika setiap jurnalis memiliki spirit, netralitas, juga mentalitas  dengan idiologi seperti itu tentu media infomasi akan berjalan  sesuai dengan fungsinya yaitu menjadi control sosial dan memperbaiki ini semua mesti didukung keberpihakan pemilik modal serta mesti selaras dan memiliki visi misi yang mulia. Disadari atau tidak jurnalis memiliki peran penting dalam membangun kehidupan berbangsa, menampung aspirasi dari permasalahan yang ada, baik yang terlihat di kehidupan sehari-hari, yang tertuang dalam media sosial, yang tersembunyi dibalik tirai kekuasaan serta membangun sebuah sistem kenegaraan yang sportif.
M Elgana Mubarokah

Comments

Popular posts from this blog

KEMERDEKAAN ALA ADDY GEMBEL FORGOTTEN

MENEMUI BATAS

PUISI RINDU