Partai Politik, PILKADA dan nasib masyarakat daerah



Pilkada serentak di DKI Jakarta saat ini menjadi hal yang mesti dikonsumsi masyarakat luas. Melalui berita-berita di televisi, cetak maupun yang lainnya. Keberadaan bakal calon yang memiliki karakter berbeda dan di usung pula partai yang berbeda memberikan warna-warni yang semakin rumit pula, masyarakat seolah dipaksa untuk mengkonsumsi pemberitaan yang seharusnya tak mereka konsumsi. Sebaiknya pemberitaan untuk Pilkada Jakarta ini hanya dikonsumsi oleh warga Jakarta saja, contoh tak perlu masyarakat Papua serta wilayah lainnya untuk mengikuti proses persiapan Pilkada DKI Jakarta, tentu jika hal ini dibiarkan masyarakat daerah akan lupa dengan kepentingan dan persoalan yang ada di daerahnya.
Belum lagi persoalan persoalan bakal calon yang melakukan manuver serta janji-janji politik yang diumbar sedemikian rupa agar memikat para pemilih di wilayah Jakarta dan di liput oleh media di seantero Indonesia Raya, memaksa masyarakat luas mengesampingkan kebutuhan daerahnya. Perlu diketahui pula kepentingan dan kesejahteraan daerah atau wilayah dimana masyarakat itu tinggal sangat penting untuk diperhatikan, baik kepentingan politik, ekonomi, sosial dan budayanya, dengan adanya pemberitaan yang membombardir seluruh wilayah yang berasal dari pusat ini, akan menghasilkan sebuah kesimpulan "jangan-jangan wilayah yang ada di setiap provinsi ini, dibangun namun dihisap energinya untuk kepentingan pemerintah pusat dalam hal ini jelas Ibu Kota Jakarta". Jika dipikirkan secara logis dan seksama permainan politik pemerintah seolah memonopoli masyarakat yang ada di setip daerah atau wilayah, pembangunan yang terjadi di sebuah wilayah tertentu terlihat hanya untuk menopang kepentingan Jantung Negara saja, sementara kebutuhan di satu wilayah tersebut tidak pernah terkena dampak dari pembangunan tersebut. Jelas jika seperti ini yang diuntungkan itu, ya masyarakat Jakarta dan kroni-kroni partai politiknya.
Kehadiran partai politik sebagi wadah aspirasi dan mencetak wakil rakyat yang bijak, berdaulat dan inovatif dirasa gagal, mereka hanya mementingkan golongan dan masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam pembangunan pilar demokrasi yang selalu partai politik gaung kan. Masyarakat hanya dilibatkan saat saat Pilkada atau pemilihan wakil rakyat dan Presidennya dan masyarakat akan menyandang gelar "kaula partai",  "abdi partai". Partai politik dengan segala macam "trik sulapnya" hanya mencetak orang untuk menjadi seorang "broker" atau calo politik lalu mengirim manusia buatannya ke wilayah-wilayah binaan mereka untuk menutupi kebusukan sistem atau malah menutupi kepekaan masyarakat daerah akan persoalan yang ada dan dengan melakukan pendekatan apapun agar masyarakat daerah mau mencurahkan energinya untuk pemerintah pusat.
Kemandirian sebuah daerah atau wilayah tentu menjadi sebuah tolak ukur bagi sebuah Negara bila ingin dikatakan berhasil dalam pembangunan dan pemerataan, penekanan angka kemiskinan serta pengurangan pengangguran jelas akan teratasi bila pemerintah pusat peka terhadap persoalan yang ada di sebuah wilayah itu sendiri. Seharusnya media-media yang ada di sebuah wilayah tidak memberikan halaman atau rubrik untuk perkembangan wilayah lain, terutama persoalan Pemilihan Wakil Rakyat, karena setiap daerah memiliki kebudayaan dan tata cara berbeda, jelas persoalan serta cara pegangannya pun berbeda pula, apalagi calon pemimpinnya, yang sama itu hanya partai politiknya sebab partai politik seperti kutu yang menjalar di bulu Garuda.
 Partai politik sebaiknya menjalankan tugas sebagai mana mestinya, para kader sepatutnya melayangkan protes serta kritik terhadap masing-masing kader yang sudah menjadi elit politik, partai politik pula mesti menjadi pilar demokrasi, menjadi penyambung lidah pemimpin atau eksekutif yang sedang berlangsung tanpa melihat partai mana yang sedang berkuasa. Sejatinya partai politik mesti menjadi penyalur atau menjadi mesin sosialisasi kebijakan yang diberikan oleh pemerintah, apalagi partai politik yang menjadi incamben (pemenang). Kader-kader dari setiap daerah seharusnya lebih mengedepankan isu yang ada di daerahnya bukan malah mencurahkan energinya untuk Pilkada yang terjadi di luar teritorial mereka, hal ini mesti menjadi evaluasi besar terhadap partai politik yang katanya pro demokrasi dan pembela rakyat, bukan hanya itu pemberitaan yang terjadi di sebuah daerah mesti seimbang nilainya dengan yang terjadi di pusat agar tak terjadi tumpang tindih pemberitaan, jika hal ini terus dibiarkan tentu akan merusak psikologis masyarakat daerah.

M Elgana Mubarokah

Comments

Popular posts from this blog

KEMERDEKAAN ALA ADDY GEMBEL FORGOTTEN

MENEMUI BATAS

PUISI RINDU