JURNALIS HARUS MENJADI AGEN PEMBAHARU
Memasuki era global
masyarakat disugguhkan dengan hal-hal yang sifatnya instan, dari mulai makanan,
tontonan, sampai kebiasaan serta pemberitaan yang saling tumpang tindih, dalam
artian hal baru yang dikonsumsi oleh masyarakat sekarang membentuk pola
kehidupan yang baru dalam hal ini tata cara berkehidupan yang tak terarah.
Keanehan ini terjadi mungkin karena informasi yang didapatkan masyarakat lebih
berat bobot permukaanya saja tidak melihat efek dari peristiwa tersebut,
masyarakat dibingungkan dengan keanehan “baik dan salah”. Seperti
pemberitaan yang saat ini sedang booming
siding Jessica vs Mirna , terkuaknya
pesantren penggandaan uang dll. Jika dilhat secara seksama masuknya era globalisasi dengan menawarkan hal yang
instan termasuk produk smarthphone,
sudah barang tentu masyarakat dapat menerima informasi yang sedemikian rupa
wajahnya, tentu kehadiran smartphone
juga mampu menambah daya kesadaran masyarakat bahwa sebenarnya masrakat butuh
informasi yang menawarkan hasrat perubahan.
Pemberitaan yang saat ini dikonsumsi oleh masyarakat luas belum
tentu bisa dikatakan baik sebab hampir seluruh media massa baik cetak, radio,
televisi dan online memberitakan hal
yang serupa , jelas fenomena ini memperlihatkan bahwa tidak ada lagi ragam atau
warna-warni dalam berita. Hal ini perlu dikoreksi oleh masyarakat, terlebih
perusahaan media massa nya sendiri, dari mulai majemen sampai bagaimana
menerapkan idologi terhadap jurnalis yang notabennya sebagai akses kesuksesan sebuah
media massa bila dilihat dari rating penilaian
masyarakat.
Jurnalis seharusnya mampu menjalankan fungsiya sesuai dengan
profesi atau keilmuanya yaitu di bidang jurnalistik. Sebagai insan pers tentun
jurnalis mesti mnjaga kode etik serta mampu memilah dan mengolah isu yang sedng
berkembang. Namun dalam menanggapi isu-isu yang berhamburan di jalanan itu
,seorang jurnalis mesti memainkan nuraninya, memerankan insting tajamnya agar dapat melihat isu mana yang dapat dijadikan
sebuah api perubahan dan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat. Pertanyaannya
adalah , apakah jurnalis di Indonesia sudah seluruhnya menjalankan fungsi nya
sebagai jurnalis itu sendiri ? sejatinya ada empat fungsi seorang jurnalis. Pertama memberi informasi
yaitu, memberi informasi kepada orang atau halayak agar mengetahui berita
berita atau peristiwa yang terjadi di dalam negri dan diluar negri dengan
mempertimbangkan isu mana yang mampu memberikan ruang penilaian masyarakat tentang pemberitaan
yang disajikan. Kedua mendidik yaitu, memberikan didikan dan
mengajar juga memberi pengetahuan tentang jurnalis dan kegiatan
jurnalistik sebagai agen perubahan . tak hanya itu fungsinya juga memberikan
didikan kepada pemula, atau halayak yang hanya ingin tau tentang jurnalis
dengan tujuan menambah nilai kritis masyarakat agar menjadi partner yang cocok
dalam menyebar luaskan sebuah pemberitaan. Ketiga
memberi hiburan yaitu, memberi hiburan kepada pembaca atau halayak ramai,
agar sang pembaca tidak bosan. dengan tulisan yang santai tapi dengan nilai
etika yang baik, agar sang pembaca tidak penat akan tulisan atau karya sang
jurnalis tersebut selain itu hiburan yang ditawarkan seorang jurnalis mesti
bersifat netral dan tidak ada kepentingan apapun dibelakangnya, hanya
memberikan niai refresh bagi khalayak
pembaca. Keempat melaksanakan control social kepada Negara yaitu, melakukan pengecekan sosialis
kepada Negara. agar semua sesuai dengan yang diinginkan dan berdasarkan suara
dan aspirasi masyarakat ,sehingga terjadi kontroling
yang besar terhadap kemajuan sebuah Negara dengan melibatkan masyarakat dan
jurnalis sebagai akses jalannya.
Era reformasi jelas memberikan peluang yang sangat luas bagi
perusahaan media massa untuk mengabarkan apapun, namun kebebasan pers juga mesti dikontrol agar tetap menjadi
pilar demokrasi yang diidamkan oleh masyarakat dunia. Kebebasan pers dalam hal ini kebebasan seorang
jurnalis memberitakan haruslah didukung oleh berbagai macam elemen masyrakat
juga pemerintah dan pemilik perusahaan media massa itu sendiri, sebeb jika
tidak ada dukungan tentu jurnalis bukanlah menjadi api kesadaran bagi
masyarakat luas namun hanya menjadi anjing yang tunduk pada majikannnya. Selain
itu jurnalis juga mesti menjaga kode etik sesama jurnalis sebab jika tidak
saling menjaga maka pemberitaan yang Beragama itu tidak akan tercipta dengan
sempurna, jurnalis sering ditempatkan dalam satu post, karena kebutuhan media massa itu sendiri namun sayang sesama
jurnalis sering memberitakan hal yang sama dengan didasarkan nilai solideritas sesama jurnalis yang tak
ingin di intervensi oleh pihak lain.
Namun mesti disadari dengan keadaan yang seperti itu sesama jurnalis justru
diniai melanggar kebebasan seorang jurnalis. Jika perlu ditanyakan pada nurani
masing-masing jurnalis tentu emenginginkan keberagaman sebuah berita yang
nantinya mampu menjadi kritik pemberitaan yang diakukan oleh masyrakat untuk
membangun sebuah tatanan Negara yang demokratis.
Minimnya penerapan idiologi masing-masing media massa terhadap
calon jurnalis baru memperkuat hiangnya cita rasa keberagaman sebuah berita.
Sebaiknya media massa dalam hal ni mempertibangkan sebuah idiologi yang
nantinya akan membangung sebuah karakter penulisan dan gaya serta keberpihakan
media massa itu sendiri. Penerapan idiologi juga seharusnya dibangun juga oleh
para pendidik dikampus adar bersinergi dengan medan yangakan ditempuh oleh anak
didiknya, para pendidik semestinya bukan hanya mengajarkan para calon jurnalis
baru persoalan keakademikan saja namunpendidikan idiologi serta kesadaran
seorang jurnalis sebagai agen perubahan pun harus bahkan wajib diajarkan . Sepait
apapun kenyataan harus dikabarkan idiologi seperti ini tentu sangat dibutuhkan
dikalangan jurnalis yang mana harus dibangun oleh perusahaan media massa,
pendidiki serta kesadaran seorang jurnalis itu sendiri maka keharmonisan
,kebergaman dan warna-warni pemberitaan menjadi sebuah kewajiban yang patut
dijaga kelestarianya.
M Elgana Mubarokah
Comments
Post a Comment