Pekan olahraga siapa ?
Baru-baru ini bahkan masih
sangat hangat diingatan, ditelinga juga dimata kita bahwa Provinsi Jawa Barat
menggelar atau menjadi tuan rumah bagi sebuah pagelaran olahraga nasional (PON)
yang ditujukan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Jelas ini adalah sebuah
hajat negara, bukan hanya Jawa Barat saja, namun provinsi yang lain pun pernah
dan akan disambangi oleh mega proyek negara. PON (Pekan Olahraga Nasional) dan
PEPARNAS ( Pekan Paralimpik Nasional) berlangsung dari bulan September -
Oktober 2016 di Jawa Barat, hampir memakan waktu yang panjang, bila
dilihat dari kesiapan seluruh penyelenggara yang terlibat di kegiatan olahraga
terbesar se-Indonesia ini. Bukan hanya menghabiskan dana namun juga
menghabiskan banyak energi yang ada di Jawa Barat, baik SDM atau pun SDA,
mengapa demikian? Ya, kita tahu sendiri dari pemberitaan yang tersebar
luas di seluruh antero tanah air mengenai pagelaran hajat negara ini,
diterapkannya sistem online, yang dimaksudkan untuk merekrut
kepanitiaan yang berasal dari masyarakat Jawa Barat agar terlibat langsung di
perhelatan akbar ini, tentu ini menghabiskan banyak energy, maklum saja 57
cabang olahraga , 10 cabang olahraga eksibisi , 63 technical delegation, 68
venue, 16 Kota dan Kabupaten, 195 dewan hakim, 754 nomor pertandingan, 2649
wasit, 2472 medali 4355 official, 8711 atlit. Jelas hal ini menuai energy yang
luar biasa dan menimbulkan gerak gerik aneh dari sekelompok
masyarakat yang tergabung dalam organisasi tertentu.
Sudah bukan hal yang asing
lagi, hajatan ini akan lebih dulu disantap oleh kelompok masyarakat yang sudah
terorganisir secara hukum, dan pemerintah daerah dalam hal ini provinsi
terlihat tidak mau tau, mereka seolah membuka gerbang besar bagi sekelompok
masyarakat ini untuk terlibat dan menduduki kursi kepanitiaan yang fantastis
dan kursi kepanitiaan yang lain baru diserahkan pada masyarakat umum, jelas
hal-hal seperti ini memberikan penilaian yang bersifat khusus bagia siapapun
yang melihat hal seperti ini adalah sebuah ketimpangan.
Sumber daya alam (SDA) juga
terbawa arus mega proyek ini , SDA dipaksakan untuk mewadahi kegiatan olahraga
ini, lokasi-lokasi tempat digelarnya pertandingan percabang olahraga, tentu tak
menutup kemungkinan menggunakan lokasi yang masih asri lingkungannya, dengan
datangnya kegiatan ini tentu penyelenggara tidak akan memikirkan secara rinci
kerusakan atau dampak dari cabang olahraga yang menggunakan lokasi alam untuk
bertanding, bagaimana kelanjutan pelestarian alam disana? bagaimana kehidupan
masyarakat selanjutnya? Jelas hal itu belum terpikirkan secara matang
oleh pihak penyelenggara baik panitia ataupun pemerintah provinsi Jawa Barat.
Hajatan yang digelar 4 tahun sekali ini memiliki dongeng yang sangat menari
jika dikumpas secara mendalam, tapi perlu keberanian yang besar untuk
mengkritik kegiatan negara, yang jelas bisa-bisa dituding subversif terhadap
negara. Hal yang menarik bisa dilihat dari sumber dana yang sangat fantastis.
Mengapa demikian? Kita tahu pembangun fasilitas untuk tempat
bertandingnya para kontingen dari berbagai provinsi menjadi sebuah pilar
penting bagi perhelatan akbar ini. 2,8 triliun rupiah dana yang disiapkan untuk
penyelenggaraan PON dan PEPARNAS ini, 135 milyar dari APBN, nilai yang
fantastis bukan?
Wajar saja banyak masyarakat
atau eksekutif di negara ini dalam artian Kemenpora sangat berhati-hati dalam
memonitor kegiatan ini, sebab jika gagal, berapa triliun kerugian Negara yang
dihabiskan untuk perhelatan ini, yang perlu disoroti keterbukaan persoalan
pengeluaran dan pemasukan dana sangat dibutuhkan dalam melangsungkan kegiatan
negara ini. Belum lagi hasil dari pembangunan yang di percepatan pembangunan
nya, apakah akan menghasilkan kualitas bangunan yang baik apabila digunakan di
masa selanjutnya? Apakah dengan percepatan ini lubang-lubang korupsi
tidak nampak? sungguh menjadi catatan besar bagi provinsi menapun yang
akan menyempurnakan perhelatan akbar 4 tahun sekali ini.
Bila dilihat dengan seksama,
apakah pekan olahraga ini benar-benar ditujukan untuk menunjang prestasi atlit
yang datang dari berbagai provinsi atau hanya sebatas pagelaran saja?
Kita mesti cermat dalam memperhatikan kegiatan negara, PEPARNAS ( Pekan
Paralimpik Nasional) ini melibatkan atlit disabilitas yang tentu
jika kita benturkan dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak masyarakat kita
yang menganggap rendah masyarakat penyandang disabilitas. Dengan dilibatkannya
atlit disabilitas itu sendiri apakah pemerintah atau penyelenggara akan
memberikan sebuah step selanjutnya untuk mereka? Atau hanya mereka di
pertontonkan ke masyarakat luas saat kegiatan ini berlangsung dan setelahnya
mereka hilang bak di telan bumi. Hal-hal seperti ini belum terpikirkan dengan
sehat bagaimana nasib atlit disabilitas maupun yang tidak untuk terus meraih
prestasi demi memajukan negara, tentu dengan adanya kegiatan seperti ini mesti
menjadi peluang besar bagi para atlit mengembangkan kemampuan masing-masing
diri.
Setiap kegiatan yang
diselenggarakan Negara memang selalu menjadi bahan pokok untuk dibicarakan dan
dipertanyakan, di dapur redaksi jelas hal ini menjadi sebuah isu yang bagus
untuk diolah. PON dan PEPARNAS ini akan menyinggahi setiap provinsi yang
ada diseluruh Indonesia, dengan keberagaman budaya yang nantinya akan menjadi
ikon dari kegiatan tersebut, dengan berbagai macam polemik yang ada
dibalik kegiatan akbar ini, timbul pertanyaan yang sangat fantastis dan
diyakini seluruh masyarakat mempertanyakan hal yang sama, "mengapa
PON dan PEPARNAS yang di selenggarakan di tiap provinsi ini, tuan rumah selelu
menjadi juara umum ?” kurang lebih pertanyaan seperti itu sangat
mungkin hadir dibenak masing-masing individu baik panitia ataupun atlit itu
sendiri. Jika memang tuan rumah memiliki keunggulan dari setiap atlit yang
dipersiapkan, lalu hal-hal diluar non teknis menjadi sebuah
keberuntungan maka jelas apabila hari ini Jawa Barat menjadi juara
umum ditanahnya sendiri, maka tak menutup kemungkinan mampu
menjuarai di tanah orang lain. Tapi apa yang terjadi, tetap egoisme serta
kepentingan daerah selalu menjadi akar yang paling mendasar untuk melakukan
apapun diluar nalar, dalam hak ini menghalalkan segala cara demi meraih
kemenangan bila berbicara konteks PON dan PEPARNAS. Pekan olahraga ini seolah
menjadi ajang masing daerah untuk memperlihatkan keunggulan masing-masing atlit
ditanah nya sendiri, jika mengingat pepatah sunda "jago
kandang", hal ini sangat disayangkan, kegiatan yang mestinya
menjadi sebuah simbol proses sprotivitas malah terlihat seolah tak menghargai
proses itu sendiri. Maka wajar saja banyak kalangan yang menilai persiapan
pekan olahraga nasional ini masih minim dari sempurna, karena konteks humanisme
tidak dilibatkan dalam perjalanannya.
“Pekan olahraga ini milik
siapa? Milik investor? Milik pemerintah daerah dalam hal ini
provinsi? Miliki kemenpora? Milik pemerintah pusat? Atau milik
rakyat?”Sungguh pertanyaan yang menjadi kesimpulan bila memperhatikan
keberlangsungan kegiatan ini di seluruh provinsi yang notabennya sudah siap
untuk menjadi tuan rumah. Evaluasi besar-besaran mesti dilakukan oleh
masing-masing lini yang terlibat dalam kegiatan ini, untuk selanjutnya di
berikan pada pemerintah pusat agar secara cepat memperbaiki kegiatan kenegaraan
yang akan digelar selanjutnya. PON dan PEPARNAS hanyalah puncak gunung es yang
seringkali memberikan udara bagi siapapun yang mengalaminya, namun ia akan
menjadi misteri besar bagian siapapun yang memperhatikannya.
M Elgana Mubarokah
Comments
Post a Comment