SURAT UNTUK REKTOR



Maaf, mengganggu istirahat bapak.
Barangkali, duduk dikursi empuk tidak akan membuat lelah badan anda pak. Setelah pertarungan beberapa bulan yang melelahkan. Yang haus diikut sertakan dan yang kekenyangan ditenggelamkan. Saat itu, anak-anak tak begitu alergi sebab dikampus ini tebas sana tebas sini sudah tak asing lagi. Barangkali, bapak dan kolega cukup pandai berandai-andai. Menambal jalan berlubang, membangun gedung bertingkat dan menamainya dengan kawan-kawan birokrat, atau mungkinsedikit bercanda dengan dana. Bagi anak-anak itu urusan bapak dan akhirat.
Sebelumnya mesti diingat pak, aku dan beberapa kawanku berhasil merenggut 1/4 kemerdekaan dari kampus ini, yaitu menjadi sarjana dengan gelar sosial.  Barangkali, bapak mesti tau keadaan sosial anak-anak. Kebanggaan pada senyum keluargaku adalah aku diluluskan dari kampus perjuangan dan doa, itu yang dikenang musisi Mukti-Mukti pada saat bernyanyi dibawah remang lampu kebijakan jam malam. Bagi anak-anak ini masih tahap percobaan.
Sudahkah sepantasnya, kita sebagai manusia melihat persoalan tidak dari tekanan hari ini pak?  Mungkin bapak dan kolega lebih paham dari pada aku. Ketahuilah pak, bahwasanya ketakutanku dalam dunia pendidikan adalah pendidikan sudah melihat dan melibatkan nilai ekonomi dalam sendi-sendinya. Jika itu semua terjadi, maka lulusan seperti apa yang dilahirkan dari kampus ini? dan hari ini aku membaca sebuah media, disitu tertera anda mengeluarkan kebijakan, barang siapa yang telat membayar iuran SPP akan di cuti paksaan. Pemberitaan itu menegaskan bahwa ratusan mahasiswa sudah pasti terkena imbasny,dan akhirnya aku sadar ketakutan itu kini bukan sekedar ketakutan.  Ketakutan itu terjadi dikampus negeri yang aku cinta.
Masihkah anda memikirkan bagaimana kegelisahan anak-anak asuhan anda?  Keterlambatan uang iuran SPP bukanlah ancaman penting bagi nafas perpanjangan kampus kit  pak.Seyogyanya, orang yang berkedudukan penting seperti anda, punya jalan keluar.
Selayaknya orang tua kami, selalu mengetuk pintu sana sini untuk sekedar melunasi kepentingan pendidikan anaknya. Apakah anda tak punya televisi atau tak baca koran setiap pagi?   Disana hilir mudik anak negeri merengek, menjerit meminta disekolahkan sampai harus jual tenaga dan harga diri. Apakah hal itu mesti kita alami di kampus ini?
Beberapa adik kelasku mengadu, apa yang mesti ia lakukan bersama kawannya? Ketidakpastian pengumuman kebijakan ini menganggu istirahat mereka, mencoba menghilangkan kenikmatan sahurnya, mengacaukan kalimat dan observasi skripsinya, menerawang jauh serta menggerogoti mimpinya untuk lulus di waktu yang tepat. Tapi sebagaimana mestinya aku mencoba memeluknya dengan doa, dengan harapan bahwa bapak bias lebih bijak sebagai seorang bapak.
Hari ini aku tak ada di tengah kegelisahan anak-anak yang bingung apa yang mesti disampaikan pada orang tuanya, ketika kebijakan bapak tak begitu nyaman dan tak ada toleran.  Tapi telingaku tak bisa dikunci pak. Barangkali, bapak adalah seorang bapa yang mengaliri kehidupannya dengan keringat dan airmata untuk anaknya.Hari ini bapak telah menjadi bapak bagi ribuan anak-anak yang dititipkan masa depannya. Bukan persoalan pintar, sebab dikampus ini lebih pintar berpikir politis dari pada menjaga nurani. dikampus ini anak-anak lebih alergi dengan aliran agama. dikampus ini anak-anak terbiasa dengan pemadaman. dikampus ini anak-anak cerdas bertukar kursi organisasi.  dikampus ini anak-anak giat diskusi siapa menggantikan siapa  dikampus ini anak-anak mandiri berkratifitas.  dikampus ini anak-anak bingung dengan tradisi,dan saat ini mereka sedang berpikir bagaimana mengetuk pintu ruangan bapak. Tentu sudah pasti siapa yang ingin diganggu istirahatnya.
Apakah mesti anak-anak menjilati kursi anda, memoles sepatu anda, berbaris di depan gedung anda setiap pagi,  hanya untuk meminta anda mencabut kebijakan anda serta menggantinya dengan kalimat "YANG BELUM BAYAR SPP AKAN DI DATA DI FAKULTAS MASING-MASING UNTUK DIBANTU PIHAK KAMPUS PROSES PEMBAYARANNYA" Itu hanya secuil perjuangan dari kalimat pengumuman yang aku yakini akan didukung prosesnya oleh kami anak-anakmu.
Jika saja toleransi atau keadilan itu seperti tutup botol dan kaleng bekas,  anak-anak tak perlu cemas,  jika saja persoalan uang bisa ditanam, anak-anak tak perlu khawatir.
jika Bapak dan kolega cerdik dalam berpikir dan mengambil keputusan, anak-anak tak perlu jadi korban. Barangkali, hari ini aku dan anak-anak melihat persoalan ini adalah bentuk kasih sayang bapak terhadap kami. hari ini aku dan yang lainnya harus terus berdoa meminta diisi tenaga dan dijaga kesadarannya pada yang Maha Kuasa bahwa bapak sedang ingin dikunjungi mahasiswa.
Mohon maaf aku menganggu istirahat bapak, sebab ketika aku tulis surat ini aku sedang belajar bagaimana menjadi seorang bapak yang menafkahi.
Terima kasih, Salam sejahtera untuk bapa dan kolega.

M.Elgana.Mubarokah
30-06-2016


Comments

Popular posts from this blog

KEMERDEKAAN ALA ADDY GEMBEL FORGOTTEN

MENEMUI BATAS

PUISI RINDU